3/27/10

Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi. Dengan berinteraksi, mereka dapat mengambil dan memberikan manfaat. Salah satu praktek yang merupakan hasil interaksi sesama manusia adalah terjadinya jual beli yang dengannya mereka mampu mendapatkan kebutuhan yang mereka inginkan. Islam pun mengatur permasalahan ini dengan rinci dan seksama sehingga ketika mengadakan transaksi jual beli, manusia mampu berinteraksi dalam koridor syariat dan terhindar dari tindakan-tindakan aniaya terhadap sesama manusia, hal ini menunjukkan bahwa Islam merupakan ajaran yang bersifat universal dan komprehensif.
Melihat paparan di atas, perlu kiranya kita mengetahui beberapa pernik tentang jual beli yang patut diperhatikan bagi mereka yang kesehariannya bergelut dengan transaksi jual beli, bahkan jika ditilik secara seksama, setiap orang tentulah bersentuhan dengan jual beli. Oleh karena itu, pengetahuan tentang jual beli yang disyariatkan mutlak diperlukan.


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi. Dengan berinteraksi, mereka dapat mengambil dan memberikan manfaat. Salah satu praktek yang merupakan hasil interaksi sesama manusia adalah terjadinya jual beli yang dengannya mereka mampu mendapatkan kebutuhan yang mereka inginkan. Islam pun mengatur permasalahan ini dengan rinci dan seksama sehingga ketika mengadakan transaksi jual beli, manusia mampu berinteraksi dalam koridor syariat dan terhindar dari tindakan-tindakan aniaya terhadap sesama manusia, hal ini menunjukkan bahwa Islam merupakan ajaran yang bersifat universal dan komprehensif.
Melihat paparan di atas, perlu kiranya kita mengetahui beberapa pernik tentang jual beli yang patut diperhatikan bagi mereka yang kesehariannya bergelut dengan transaksi jual beli, bahkan jika ditilik secara seksama, setiap orang tentulah bersentuhan dengan jual beli. Oleh karena itu, pengetahuan tentang jual beli yang disyariatkan mutlak diperlukan.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian jual beli?
2.      Bagaimana tata cara dan rukun jual beli?
3.      Bagaimanakah jual beli yang dihalalkan dan diharamkan?
4.      Sebutkan macam-macam riba!
5.      Apa sajakah yang termasuk khiyar itu?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian
Jual beli dalam konsep islam juga dikenal dengan Bai’u. Jual beli adalah kegiatan saling menukar. Secara etimologi, al-bai’ merupakan bentuk isim mashdar dari akar kata bahasa Arab bâ’a , maksudnya penerimaan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Kata al-bai’ dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yakni kata al-syirâ`. Dua kata ini masing-masing mempunyai makna dua (jual dan beli) yang satu sama lain bertolak belakang.
Adapun secara terminologi, jual beli adalah transaksi tukar menukar yang berkonsekuensi beralihnya hak kepemilikan, dan hal itu dapat terlaksana dengan akad, baik berupa ucapan maupun perbuatan.
Dalam konteks modern, terminologi jual-beli digunakan untuk menunjukkan proses pemindahan hak milik barang atau aset yang mayoritas mempergunakan uang sebagai medium pertukaran. Dan pertukaran ini selesai dengan ijab dan qobul baik secara ucapan lisan, isyarat maupun tulisan atau dengan saling memberi. Sebagaimana pertukaran ini biasanya memerlukan kelihaian dan selesai dengan saling ridho .

B.     Dalil Disyari’atkannya Jual Beli
1.      Dalil Al Qur’an
Allah berfirman dalam surat albaqarah ayat 275 yang berbunyi:
وٲحل ١للّھ١لبيع وحرٌ م ١لرٌبٰو١
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (Albaqarah:275)
2.      Dalil Sunnah
Nabi SAW pernah ditanya, profesi apakah yang paling baik? Maka beliau menjawab, bahwa profesi terbaik yang dikerjakan oleh manusia adalah segala pekerjaan yang dilakukan dengan kedua tangannya dan transaksi jual beli yang dilakukannya tanpa melanggar batasan-batasan syariat. Beliau SAW juga bersabda yang artinya:
“Emas ditukar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, sama beratnya dan langsung diserahterimakan. Apabila berlainan jenis, maka juallah sesuka kalian namun harus langsung diserahterimakan/secara kontan” (HR. Muslim: 2970)
Berdasarkan hadits di atas, jual beli merupakan aktivitas yang disyariatkan.
3.      Dalil Ijma’
Kebutuhan manusia untuk mengadakan transaksi jual beli sangat urgen, dengan transaksi jual beli seseorang mampu untuk memiliki barang orang lain yang diinginkan tanpa melanggar batasan syariat. Oleh karena itu, praktek jual beli yang dilakukan manusia semenjak masa Rasulullah SAW hingga saat ini menunjukkan bahwa umat telah sepakat akan disyariatkannya jual beli (Fiqhus Sunnah,3/46).
4.      Dalil Qiyas
Kebutuhan manusia menuntut adanya jual beli, karena seseorang sangat membutuhkan sesuatu yang dimiliki orang lain, baik itu berupa barang atau uang, dan hal itu dapat diperoleh setelah menyerahkan timbal balik berupa kompensasi. Dengan demikian, terkandung hikmah dalam pensyariatan jual beli bagi manusia, yaitu sebagai sarana demi tercapainya suatu keinginan yang diharapkan oleh manusia (Al Mulakhos Al Fiqhy, 2/8).

C.    Aturan jual beli
Jual beli adalah menukar suatu barang dengan barang yang lain dengan cara yang tertentu (akad).
وٲحل ١للّھ١لبيع وحرٌ م ١لرٌبٰو١         
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (Albaqarah:275)
لاتٲكلو١١موالكم بينكم بالباطل١لاّ١ن تكون تجارةعن تراض منكم
Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan bathil kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.”(An nisa:29).

D.    Rukun dan Syarat Jual Beli
Jumhur ulama membagi jual beli menjadi dua, yaitu jual beli yang shahih dan jual beli yang batal.Apabila rukun dan syarat jual beli terpenuhi, maka jual beli itu sah/shahih/halal.Sebaliknya apabila rukun dan syarat jual beli itu tidak terpenuhi, maka jual beli itu batal.
Oleh karena itu, seseorang yang menggeluti praktek jual beli wajib memperhatikan syarat-syarat sah praktek jual beli agar dapat melaksanakannya sesuai dengan batasan-batasan syari’at dan tidak terjerumus ke dalam tindakan-tindakan yang diharamkan .
1.      Penjual dan pembeli
Persyaratan yang berkaitan dengan pelaku praktek jual beli, baik penjual maupun pembeli, yaitu:
a.      Berakal
b.      Dengan kehendak sendiri (tidak dalam keadaan dipaksa atau terpaksa atau dibawah tekanan). Allah ta’ala berfirman yang artinya:
“… janganlah kalian saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang timbul dari kerelaan di antara kalian…” (QS. An-Nisaa’: 29)
c.       Tidak mubazir(pemboros)
Dalam firman Allah yang artinya:
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupanmu,berilah mereka belanja”(An nisa:5)
d.     Baligh
2.      Uang dan benda yang dibeli
Yang berkaitan dengan objek/barang yang diperjualbelikan, syarat-syaratnya yaitu:
a.      Objek jual beli (baik berupa barang jualan atau harganya/uang) merupakan barang yang suci dan bermanfaat, bukan barang najis atau barang yang haram, karena barang yang secara dzatnya haram terlarang untuk diperjualbelikan.
b.      Objek jual beli merupakan hak milik penuh. Rasulullah SAW  bersabda,
لا بيع ١لاٌ  فيما يملك
“Tidak sah jual beli selain mengenai barang yang dimiliki.”(Riwayat Abu dawud dan At tirmidzi)
Seseorang diperbolehkan melakukan transaksi terhadap barang yang bukan miliknya dengan syarat pemilik memberi izin atau rida terhadap apa yang dilakukannya. Hal ini ditunjukkan oleh persetujuan Nabi SAW terhadap perbuatan Urwah tatkala beliau memerintahkannya untuk membeli kambing buat beliau.
c.       Objek jual beli dapat diserahterimakan, sehingga tidak sah menjual burung yang terbang di udara, menjual unta atau sejenisnya yang kabur dari kandang dan semisalnya
d.     Objek jual beli dan jumlah pembayarannya diketahui secara jelas oleh kedua belah pihak sehingga terhindar dari gharar.
e.      Ada manfaatnya.Tidak boleh menjual sesuatu yang tidak ada manfaatnya.
3.      Lafadz ijab dan Kabul
Ijab adalah perkataan penjual,misalnya “Saya jual barang ini sekian”.Kabul adalah ucapan si pembeli “saya beli dengan harga sekian”.Sabda Rasulullah:
١نٌما١لبيع عن تر١ض
Sesungguhnya jual beli itu hanya sah jika suka sama suka"    (Riwayat Ibnu Hibban)
Menurut ulama yang mewajibkan lafadz,lafadz itu wajib memenuhi beberapa syarat:
  1. Keadaan ijab dan Kabul berhubungan.Artinya salah satu dari keduanya pantas menjadi jawaban dari yang lain yang belum berselang lama.
  2. Makna keduanya hendaklah mufakat (sama) walaupun lafadz keduanya berlainan.
  3. Keduanya tidak disangkutkan dengan urusan yang lain,misalnya “Kalau saya jadi pergi,saya jual barang ini sekian”
  4. Tidak berwaktu, sebab jual beli berwaktu tidak sah



E.     Jual beli yang sah, tetapi dilarang
1.      Membeli barang dengan harga yang lebih mahal daripada harga pasar,dengan maksud supaya orang lain tidak membeli barang itu.
2.      Membeli barang yang sudah dibeli orang lain yang masih dalam masa khiyar.
3.      Mencegat orang yang datang dari desa di luar kota, lalu membeli barangnya sebelum mereka sampai ke pasar dan sewaktu mereka belum mengetahui harga pasar.
عن١بن عبٌا س قا ل رسول١ للٌھ عليھ وسلٌم لاتتلقٌو١١لرٌكبان
“Dari Ibnu Abbas,Rasululloh bersabda,Jangan kamu mencegat orang-orang yang akan ke pasar di jalan sebelum mereka sampai di pasar”.(Muttafaqun alaih)
4.      Membeli barang untuk ditahan agar dapat dijual dengan harga yang lebih mahal,sedangkan masyarakat umum memerlukan barang ini.
لايحتكر١لاٌحاطٸ.(رو١ہ مسلم)
Tidak ada orang yang  menahan barang kecuali orang yang durhaka "
5.      Menjual suatu barang yang berguna, tetapi dijadikan alat maksiat oleh yang membelinya.Allah berfirman dalam surat al maidah ayat 2 yang artinya:
“Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa,dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”
6.      Jual beli disertai tipuan.



F.      Jual Beli Terlarang
Bentuk jual beli terlarang antara lain :
1.      Jual Beli ketika Panggilan Adzan
Jual beli tidak sah dilakukan bila telah masuk kewajiban untuk melakukan shalat Jum’at. Yaitu setelah terdengar panggilan adzan yang kedua, berdasarkan Firman Alloh SWT, yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Alloh dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS: Al Jumu’ah: 9).
Larangan di atas menunjukan makna pengharaman dan tidak sahnya jual beli. Demikian juga dengan shalat fardhu lainnya, tidak boleh disibukkan dengan aktivitas jual beli ataupun yang lainnya setelah ada panggilan untuk menghadirinya.
2.      Jual beli untuk kejahatan
Alloh SWT melarang kita menjual sesuatu yang dapat membantu terwujudnya kemaksiatan dan dipergunakan kepada yang diharamkan Alloh SWT. Hal ini berdasarkan firman Alloh SWT pada surat almaidah ayat  2.
3.      Menjual Budak Muslim kepada Non Muslim
Alloh SWT melarang menjual hamba sahaya muslim kepada seorang kafir jika dia tidak membebaskannya. Karena hal tersebut akan menjadikan budak tersebut hina dan rendah di hadapan orang kafir. Alloh SWT berfirman, yang artinya: “Alloh sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (QS: An-Nisa’: 141).
4.      Jual Beli di atas Jual Beli Saudaranya
Diharamkan menjual barang di atas penjualan saudaranya, seperti seseorang berkata kepada orang yang hendak membeli barang seharga sepuluh, Aku akan memberimu barang yang seperti itu dengan harga sembilan... Atau perkataan Aku akan memberimu lebih baik dari itu dengan harga yang lebih baik pula. Nabi SAW bersabda, yang artinya: “Tidaklah sebagian diatara kalian diperkenankan untuk menjual (barang) atas (penjualan) sebagian lainnya.” (Mutafaq alaihi).
5.      Samsaran
Termasuk jual beli yang diharamkan adalah jual belinya orang yang bertindak sebagai samsaran (seorang penduduk kota menghadang orang yang datang dari tempat lain (luar kota), kemudian orang itu meminta kepadanya untuk menjadi perantara dalam jual belinya, begitupun sebaliknya,kecuali bila diminta untuk membelikan atau menjualkan barang miliknya, maka ini tidak dilarang). Hal ini berdasarkan sabda Nabi SAW yang artinya: “Tidak boleh seorang yang hadir (tinggal di kota) menjualkan barang terhadap orang yang baadi (orang kampung lain yang datang ke kota)”.
6.      Jual Beli dengan Cinah
Diantara jual beli yang juga terlarang adalah jual beli dengan cara Сinah, yaitu menjual sebuah barang kepada seseorang dengan harga kredit, kemudian dia membelinya lagi dengan harga kontan akan tetapi lebih rendah dari harga kredit. Misalnya, seseorang menjual barang seharga Rp 20.000 dengan cara kredit. Kemudian (setelah dijual) dia membelinya lagi dengan harga Rp 15.000 kontan. Adapun harga Rp 20.000 tetap dalam hitungan hutang si pembeli sampai batas waktu yang ditentukan.
Maka ini adalah perbuatan yang diharamkan karena termasuk bentuk tipu daya yang bisa mengantarkan kepada riba. Seolah-olah dia menjual dirham-dirham yang dikreditkan dengan dirham-dirham yang kontan bersamaan dengan adanya perbedaan (selisih). Sedangkan harga barang itu hanya sekedar tipu daya saja (hilah), padahal intinya adalah riba.

G.    Contoh Persoalan yang Berkaitan dengan Jual Beli yang Umum di Masyarakat
Bagaimana dengan hukum jual beli dengan perantaran pos??tentunya hal itu sudah pernah terjadi di sekeliling kita.
Sebagian ahli fiqh menolak segala rupa akad (perjanjian) yang tidak diikrarkan oleh lidah, karena menurut mereka tidak terjadi ijab dan qabul dengan pembeli.Padahal jika kita fikirkan benar-benar firman Tuhan dalam potongan surat almaidah ayat 1 berikut:
٠٠٠ٲوفو١بلعقود٠٠٠
"Sempurnakanlah segenap akad"
Nyatalah bahwa akad yang dilakukan dengan surat menyurat itu sah adanya.Pengiriman merupakan ijab,sedangkan penebusan merupakan qabul,menyatakan keridlaan-keridlaan kedua belah pihak.
Persoalan lain, tentang jual beli kredit. Jual Beli Kredit (sell or buy on credit/installment) dalam bahasa Arabnya disebut Bai’ bit Taqsith.
Jumhur ulama membolehkan praktik jual beli kredit (bai’ bit Taqsith) tanpa bunga. Jadi, mereka telah sepakat bahwa tidak ada larangan bagi penjual menentukan harga secara kredit lebih tinggi daripada ketentuan harga kontan. Penjual boleh saja mengambil keuntungan dengan ketentuan dan perhitungan yang jelas
Namun para ulama ketika membolehkan jual-beli secara kredit dengan ketentuan selama pihak penjual dan pembeli mengikuti kaidah dan syarat-syarat keabsahannya sebagai berikut:
1.      Harga barang ditentukan jelas dan pasti diketahui pihak penjual dan pembeli.
2.      Pembayaran cicilan disepakati kedua belah pihak dan tempo pembayaran dibatasi sehingga terhindar dari praktik bai’ gharar, ‘bisnis penipuan’.
3.      Harga semula yang sudah disepakati bersama tidak boleh dinaikkan lantaran pelunasannya melebihi waktu yang ditentukan, karena dapat jatuh pada praktik riba.
4.      Seorang tidak boleh mengeksploitasi kebutuhan pembeli dengan cara menaikkan harga terlalu tinggi melebihi harga pasar yang berlaku, agar tidak termasuk kategori bai’ muththarr, ‘jual-beli dengan terpaksa’ yang dikecam Nabi saw.
Demikian juga dengan hukumnya pemakaian kartu kredit. Dibolehkan bagi umat Islam untuk menggunakan jasa kartu kredit (credit card) ini, asal tidak memakai sistem riba yaitu memberlakukan ketentuan bunga bila pelunasan hutang kepada penjamin lewat jatuh tempo pembayaran atau menunggak.
Namun bila memang terpaksa atau tuntutan kebutuhan mengharuskannya menggunakan kartu kredit biasa yang memakai ketentuan bunga, maka demi kemudahan transaksi dibolehkan memakai semua kartu kredit dengan keyakinan penuh menurut kondisi finansial dan ekonominya mampu membayar utang dan komitmen untuk melunasinya tepat waktu sebelum jatuh tempo agar tidak membayar hutang.
Firman Allah SWT :
١لذ ين يٲكلون١لربو١لايقوموإلاكمايقوم١لذ ى يتحبطھ ١لشيطان من١لمس ذلك بٲنّھم قالو١ٳنّما١لبيع مثل١لرّباوأحلّ١للّھ١لبيع وحرّم١لرّبافمن جاءه موعظة مٌن رٌبّھ فانتھى فلھ ماسلف وٲمره ٳلى١للّھ ومن عادفأولئك ٲصحاب١لنّارھم فيھاخالدون
“Orang-orang yang makan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat) sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berheni (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannnya kepada Allah.Orang yang mengulangi (mengambil riba) maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (Albaqoroh:275)
Pada intinya islam melarang setiap tindakan pembungaan uang.Akan tetapi tidak boleh menganggap bahwa islam melarang perkreditan, dalam kata lain islam pada dasarnya memandang perkreditan itu boleh dalam dunia perdagangan.Apalagi di dalam masyarakat yang menganut system perekonomian modern seperti sekarang ini, menuntut ada kredit dan pinjaman.Di balik itu semua tentu masing-masing pihak sama-sama ingin meraih keuntungan.

H.    Riba
Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan), secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar . Secara istilah riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.
Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا لاَ تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً
“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda.”
Hadits ‘Ali bin Abi Thalib RA:
كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبًا
“Setiap pinjaman yg membawa keuntungan adalah riba.”
 Macam-macam riba:
1.      Riba Yad, berpisah dari tempat akad sebelum timbang terima.
2.      Riba qardh, suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtaridh).
3.      Riba Fadhl, pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.Hadits ‘Utsman bin ‘Affan RA riwayat Muslim yang berbunyi:
لاَ تَبِيْعُوا الدِّيْنَارَ بِالدِّيْنَارَيْنِ وَلاَ الدِّرْهَمَ بِالدِّرْهَمَيْنِ
“Jangan kalian menjual satu dinar dengan dua dinar jangan pula satu dirham dengan dua dirham.”
4.      Riba Nasi`ah, pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.

I.       Khiyar
Secara etimologi, khiyar artinya memilih, menyisihkan, dan menyaring. Secara terminologis dalam ilmu fiqih, yaitu hak yang dimiliki orang yang melakukan perjanjian usaha untuk memilih antara dua hal yang disukainya, meneruskan perjanjian tersebut atau membatalkannya.  
Tujuan diadakan khiyar oleh syara’ berfungsi agar kedua orang yang berjual beli dapat memikirkan kemaslahatan masing-masing lebih jauh, supaya tidak akan terjadi penyesalan di kemudian hari karena merasa tertipu.Khiyar ada tiga macam:


1.      Khiyar majelis
Yakni semacam hak pilih bagi pihak-pihak yang melakukan perjanjian untuk membatalkan perjanjian atau melanjutkannya selama belum beranjak dari lokasi perjanjian. Sabda Rasullullah Saw:
اَلْبَيِّعَان بِاْخِيَارِمَالَمْ يَتَفَرَّقََا
Dua orang yang berjual beli boleh memilih ( akan meneruskan jual beli mereka atau tidak ) selama keduanya belum bercerai dari tempat akad.”( Riwayat Bukhori dan Muslim ).
2.      Khiyar syarat
Yakni persyaratan yang diminta oleh salah satu dari pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian, atau diminta masing-masing pihak untuk dirinya sendiri atau untuk pihak lain, untuk diberikan hak menggagalkan perjanjian dalam jangka waktu tertentu.
Masa khiyar syarat paling lama hanya tiga hari tiga malam, terhitung dari waktu akad. Sabda Rasulullah Saw:

اَنْتَ بِاخِيَاِرفِى كُلِّ سَلْعَةٍاِبْتَعْتَهَاثَلاَثٍ لَيَالٍ
Engkau boleh khiyar pada segala barang yang telah engkau beli selama tiga hari tiga malam.” ( Riwayat baihaqi dan Ibnu Majah ).
3.      Khiyar ‘aibi(cacat)
Menurut ulama fikih ( Al – Juhaili.1989 : 261 ) khiyar ‘Aib ( cacat ) yaitu:
اَنْ يَكُوْنَ ِلأَحَدِالْعَاقِدَيِْنِ الْحَقَّ فِى فَسْخِ الْعَقْدِاَوْاِمْضَاءِهِ اِذَا وُجِدَ 
 
عَيْبٌ فِى اَحَدِ الْبَدْ لَيْنِ وَلَمْ يَكُنْ صَا حِبُهُ عَالِمًابِهِ وَقْتَ الْعَقْدِ.
Keadaan yang membolehkan salah seorang yang akad memiliki hak untuk membatalkan akad atau menjadikannya ketika ditemukan aib ( kecacatan ) dari salah satu yang dijadikan alat tukar – menukar yang tidak diketahui pemiliknya waktu akad.”
Adapun waktu dimulainya khiyar a'ib adalah ketika diketahui adanya kecacatan meskipun hal itu terjadi jauh sesudah akad.

J.       Hikmah jual beli
Allah Swt mensyari’atkan jual beli sebagai bagian dari bentuk ta’awun (saling menolong) antar sesama manusia, juga sebagai pemberian keleluasaan, karena manusia secara pribadi mempunyai kebutuhan berupa sandang, pangan, papan dsb. Kebutuhan seperti ini tak pernah putus selama manusia masih hidup.
Tak seorangpun dapat memenuhi seluruh hajat hidupnya sendiri, karena itu manusia dituntut berhubungan satu sama lain dalam bentuk saling tukar barang. Manusia sebagai anggota masyarakat selalu membutuhkan apa yang dihasilkan dan dimiliki oleh orang lain. Oleh karena itu jual beli adalah salah satu jalan untuk mendapatkannya secara sah. Dengan demikian maka akan mudah bagi setiap individu untuk memenuhi kebutuhannya.
Berikut ini adalah hikmah jual beli,antara lain:
1.      Jual beli dapat menata struktur kehidupan ekonomi masyarakat yang menghargai hak milik orang lain.
2.      Penjual dan pembeli dapat memenuhi kebutuhannya atas dasar kerelaan.
3.      Masing-masing pihak merasa puas, baik ketika penjual melepas barang dagangannya dengan imbalan, maupun pembeli membayar dan menerima barang.
4.      Dapat menjauhkan diri dari memakan atau memiliki barang yang haram atau secara bathil.
5.      Penjual dan pembeli mendapat rahmat Allah Swt. Bahkan 90% sumber rezeki berputar dalam aktifitas perdagangan.
6.      Menumbuhkan ketentraman dan kebahagiaan.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Secara etimologi, al-bai’ merupakan bentuk isim mashdar dari akar kata bahasa Arab bâ’a , maksudnya penerimaan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Adapun secara terminologi, jual beli adalah transaksi tukar menukar yang berkonsekuensi beralihnya hak kepemilikan, dan hal itu dapat terlaksana dengan akad, baik berupa ucapan maupun perbuatan.
Tentang disyariatkannya jual beli tercantum dalam alquran, sunnah, ijma’, dan qiyas.
 Jumhur ulama membagi jual beli menjadi dua, yaitu jual beli yang shahih dan jual beli yang batal.Apabila rukun dan syarat jual beli terpenuhi, maka jual beli itu sah/shahih/halal.Sebaliknya apabila rukun dan syarat jual beli itu tidak terpenuhi, maka jual beli itu batal.
Dimana rukun dan syarat jual beli itu adalah; penjual dan pembeli (berakal, dengan kehendak sendiri, tidak mubazir(pemboros), baligh), Uang dan benda yang dibeli (suci dan bermanfaat, hak milik penuh, dapat diserahterimakan, objek jual beli dan jumlah pembayarannya diketahui secara jelas oleh kedua belah pihak, ada manfaatnya), dan lafadz ijab dan Kabul.
Adapun yang termasuk jual beli yang diharamkan antara lain; jual Beli ketika panggilan adzan, jual beli untuk kejahatan, menjual budak muslim kepada non muslim, jual beli di atas jual beli saudaranya, samsaran, jual beli dengan cinah.
Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan), secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar . Secara istilah riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam. Macam-macam riba yaitu riba yad, riba qardh, riba fadhl, dan riba nasi`ah.
Khiyar yakni persyaratan yang diminta oleh salah satu dari pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian, atau diminta masing-masing pihak untuk dirinya sendiri atau untuk pihak lain, untuk diberikan hak menggagalkan perjanjian dalam jangka waktu tertentu.Macam-macam khiyar yaitu khiyar majelis, khiyar syarat, dan khiyar aibi.
Hikmah jual beli,antara lain; dapat menata struktur kehidupan ekonomi masyarakat, penjual dan pembeli dapat memenuhi kebutuhannya atas dasar kerelaan, masing-masing pihak merasa puas, dapat menjauhkan diri dari memakan atau memiliki barang yang haram atau secara bathil, mendapat rahmat Allah Swt, dan juga dapat menumbuhkan ketentraman dan kebahagiaan.

B.     Penutup
Demikian uraian makalah dari kami,mohon maaf apabila terdapat kekurangan pada konteksnya,kesalahan penulisan,maupun kekurangan-kekurangan lain.Kritik dan saran yang membangun masih kami perlukan untuk perbaikan makalah kami di lain waktu.Sekian.





DAFTAR PUSTAKA

Aibak, Kutbuddin. 2006. Kajian Fiqh Kontemporer . Surabaya: Elkaf.
Hasbi Ash Shidieqy, Muhammad. 1997. Pengantar Hukum Islam. Semarang: Pustaka Rizqy Putra.
Rasjid, Sulaiman. 2008. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Mas’ai, Ghufron A.. 2002. Fiqh Muamalah Kontekstual. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Muslim, Nur I.. 2008. Jual Beli dan Syarat-Syaratnya , (online), ( http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/jual-beli-dan-syarat-syaratnya.html, diakses 12 Maret 2010).
Fiqhy, Mulakhos. 2007. Jual Beli yang terlarang , (online), (http://fiqihislam.wordpress.com/2007/06/22/jual-beli-yang-terlarang/, diakses 12 Maret 2010).
Afifudin, Muhammad. 2007. Syari’ah kajian utama , (online), (http://blog.re.or.id/macam-macam-riba.html , diakses 22 Maret 2010).

Rohman, Rolly A.. 2005. Fikih. Jatim : MDC.

           





1/18/10

Judul : PILIHAN KATA

TIU : siswa dapat memiliki kemampuan memilih kata secara tepat dalam berbahasa, baik lisan maupun tulisan.

TIK : Mahasiswa dapat

1. Menjelaskan dasar pengertian pilihan kata (diksi).

2. Membedakan antara denotasi dan konotasi dalam hubungannya dengan makna kata.

3. Menerangkan pertalian makna kata dalam pemakaian kalimat.

4. Memilih kata secara tepat dalam berbahasa.



Judul   : PILIHAN KATA
TIU      : Mahasiswa dapat memiliki kemampuan memilih kata secara tepat dalam berbahasa, baik lisan maupun tulisan.
TIK      : Mahasiswa dapat
1.      Menjelaskan dasar pengertian pilihan kata (diksi).
2.      Membedakan antara denotasi dan konotasi dalam hubungannya dengan makna kata.
3.      Menerangkan pertalian makna kata dalam pemakaian kalimat.
4.      Memilih kata secara tepat dalam berbahasa.

A.    Pendahuluan

Pilihan kata atau diksi berhubungan dengan bagaimana seorang pembicara atau penulis memilih kata atau istilah yang tepat digunakan dalam penuturan atau karangan yang disusunnya.Persoalan pilihan kata tidaklah sederhana dan terbentuk begitu saja, melainkan cukup kompleks dan memerlukan perhatian untuk dipelajari.Kenyataan menunjukkan bahwa ada orang yang mudah mengungkapkan maksudnya dan mempunyai perbendaharaan kata yang lumayan, dan sebaliknya ada orang yang sulit mengungkapkan maksudnya dan mempunyai perbendaharaan kata yang terbatas (miskin).Hubungan antara manusia dengan sesamanya melalui bahasa meruapkan kegiatan yang sangat penting dan menentukan perkembangan masyarakat, lebih-lebih pada tingkat perkembangan dewasa ini dan seterusnya.
Perbendaharaan kata yang memadai disertai kemampuan yang tinggi untuk memilih kata yang tepat dalam jaringan kalimat yang jelas dan efekif akan membantu yang bersangkutan untuk terlibat secara aktif dalam komunikasi masyarakat secara luas dengan berbagai keuntungan yang dapat dipetik.
Pilihan kata adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna yang sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan yang menemukan bentuk sesuai dengan  situasi dan nilai rasa yang dimiliki oleh pendengar/pembaca.Ketepatan memilih kata dalam pembicaraan atau karangan dilihat dari dua sudut yang saling berkaitan, yaitu ketepatan memilih kata dilihat dari pembicara atau penulis itu sendiri untuk mewakili gagasan yang dicetuskannya, dan dari sudut masyarakat yang menerima gagasan tersebut sesuai dengan norma-norma yang berlaku .Disinilah diperlukan pengetahuan yang cukup tentang kata-kata dengan berbagai bentuk/maknanya dengan kelaziman penggunaannya.Makin luas dan dalam pengetahuan kita tentang kata-kata dengan berbagai makna yang dikandungnya, makin mudah kita memilih kata yang tepat untuk mengungkapkan gagasan-gagasan yang ingin disampaikan kepada orang lain.

B.      Makna kata

Ketepatan pilihan kata yang dapat mendukung gagasan yang hendak diungkapkan dan sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat tergantung pada makna kata.Dalam garis besarnya makna kata itu dapat dibedakan atas makna yang bersifat denotatif dan makna yang bersifat konotatif.Makna kata yang bersifat denotatif adalah makna yang sebenarnya, makna kata yang sesuai dengan konsepnya seperti yang terdapat dalam kamus (makna leksikal).Makna kata yang bersifat konotatif ialah makna tambahan atau sampingan yang sesuai dengan sikap dan nilai rasa tertentu pemakai bahasa tersebut.Kata yang tidak mengandung makna / perasaan tambahan disebut denotasi, sedangkan makna kata yang mengandung arti tambahan atau perasaan tertentu disamping arti umum disebut konotasi.
Contoh      : Toko itu dilayani gadis-gadis manis
                    Toko itu dilayani dara-dara manis
                    Toko itu dilayani perawan-perawan manis
                  Ketiga kata yang bercetak miring itu memiliki arti yang sama, yaitu wanita yang masih muda.Kata gadis mengandung arti yang paling umum , yaitu mengacu kepada sekelompok manusia (wanita yang masih muda) tanpa suatu makna tambahan.Kata dara lebih bersifat puitis, lebih indah, lebih terasa, dan mengandung asosiasi yang lebih menyenangkan.Adapun kata perawan mengandung asosiasi tertentu, karena tidak semua wanita muda yang dimaksud itu perawan.Dari ketiga contoh diatas dapat dilihat bahwa kata gadis bersifat denotatif, sedangkan kata dara dan perawan bersifat  konotatif.
Contoh lain          : Ia sedang makan nasi
                                Pegawai yang suka makan suap segera dipecat.
                                Petang itu kami berjalan-jalan makan angin
                                Pembangunan gedung itu makan biaya cukup banyak
                  Makna denotatif mempunyai pertalian dengan keterangan yang bersifat faktual, dan dalam bentuk yang murni dihubungkan dengan pemakaian yang bersifat ilmiah.Seorang pembicara atau penulis ingin memberikan keterangan dalam bidang ilmu pengetahuan tertentu cenderung untuk menggunakan kata-kata yang bersifat denotatif.Pengarahan yang jelas terhadap fakta yang khusus merupakan tujuan utamanya, dan ia tidak menginginkan arti tambahan berdasarkan penafsiran tertentu dari pembaca.
                  Ketepatan pilihan kata yang bersifat denotatif harus tampak dari kesanggupan kata-kata itu untuk menuntun pembaca kepada gagasan yang ingin disampaikan penulis dan mencegah kemungkinan adanya penafsiran lain.Pilihan kata yang bersifat denotatif dapat dilakukan dengan baik jika kita rajin membuka kamus yang bersifat umum atau khusus.
                  Makna konotatif timbul karena bahasa yang digunakan tidak hanya dipakai untuk memberikan keterangan yang bersifat faktual, melainkan juga untuk keperluan lain seperti mengajukan pertanyaan, memberi perintah, mempengaruhi atau membujuk orang lain, dan menyindir orang lain secara halus atau kasar.Penggunaan bahasa untuk keperluan-keperluan yang demikian dapat menggeser makna denotatifnya.Pilihan kata berdasarkan makna konotatif lebih sulit dilakukan jika dibandingkan dengan pilihan kata berdasarkan makna denotatif.Itulah sebabnya pilihan kata atau diksi banyak bertalian dengan pilihan kata yang bersifat denotatif.

C.     Pertalian makna kata

1.      Sinonim

                  Kata-kata yang kita pakai untuk mengungkapkan gagasan atau untuk berhubungan dengan orang lain masing-masing mempunyai makna atau nuansa makna yang berlainan, akan tetapi dalam kadar tertentu ada pertalian makna antara kata yang satu dengan kata yang lain.Kata-kata tertentu yang memiliki makna yang sama disebut bersinonim.Sinonim atau persamaan kata itu tidak sepenuhnya berlaku, akan tetapi dari bentuk-bentuk yang berbeda itu ada makna yang sama.Kata manipulasi misalnya tidak sama maknanya dengan kata kecurangan, penggelapan, penimbunan, dst, akan tetapi antara bentuk-bentuk yang berbeda mengandung makna yang sama dalam kadar tertentu.Contoh lain yang dapat diberikan ialah kata stabil yang bersinonim dengan kata mantap, kuat, tetap, kukuh, dst.
                  Sinonim-sinonim itu terjadi pada setiap bahasa yang berkembang.Pengenalan bahasa lain membawa akibat penerimaan kata-kata baru itu sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia.Melalui proses serapan kita mengenal dan menerima kata prestasi dan produksi, meskipun sebelumnya sudah ada kata hasil sebagai padanannya.Ada kata maksiat disamping kata jahat dan kotor, demikian juga dengan kata risalah, artikel, makalah, disamping kata karangan.Kata-kata yang bersinonim itu ada yang berasal dari bahasa asing seperti yang dikemukakan di atas, dan ada pula yang berasal dari bahasa daerah.Setiap kata itu dapat saja menyatakan makna tertentu berdasarkan nilai rasa pemakainya.Kita mengenal kata-kata seperti tambang dan tali, parang dan golok, ubi kayu dan singkong, lempung dan tanah liat, mati dan meninggal, mayat dan jenazah, muda dan remaja, dll.

2.      Polisemi

                  Polisemi ialah bentuk yang sama dengan beberapa makna, suatu kata yang mempunyai lebih dari satu makna kata.Kata korban misalnya dapat berarti 1) pemberian untuk menyatakan kebaktian, 2) Orang yang menderita kecelakaan karena perbuatan tertentu, 3) Orang yang meninggal karena tertimpa bencana
                  Contoh lain adalah kata kaki yang mempunyai polisemi seperti 1) anggota badan yang dipakai untuk berjalan, 2) bagian barang yang menjadi penopang, 3) ukuran panjang (kaki Belanda 0,28 m,kaki inggris 0,304 m).
                  Kata yang mengandung polisemi masih jelas pertalian maknanya.Perbedaan-perbedaan makna itu timbul karena pemakaian kata yang berbeda dalam penuturan, khususnya dalam perangkat kalimat.

3.      Homonim
                 
                  Homonim mempunyai pengertian dua kata yang bertalian dalam bentuk yang sama.Perbedaan makna itu jelas adanya karena kata-kata yang sama bentuknya masing-masing berdiri sendiri sebagai satu kata, dan antara keduanya tidak ada pertalian.Jika kata-kata tersebut bunyinya sama maka bentuk-bentuk yang demikian disebut homofon (sama bunyi).Ada juga kata-kata yang tulisannya sama dengan makna yang berbeda, dan bentuk-bentuk yang demikian disebut homograf (sama tulisan).Kata buku dalam bahasa Indonesia adalah homonim, yaitu buku sebagai kata asli bahasa Indonesia yang berarti “tulisan sendi” ,dan buku yang berasal dari kata boak(bahasa belanda) yang berarti “kertas bertulisan yang dijilid”.
                  Contoh lain ialah kata kopi yang berasal dari bahasa asing, yaitu kopi berasal dari bahasa belanda koffie yang berarti “nama pohon dan biji yang digoreng untuk minuman’, dan kopi yang berasal dari bahasa inggris copy yang berarti “salinan”.Kata bisa yang bentuknya sama dalam bahasa Indonesia dapat berarti “zat racun’ dan yang lain berarti “dapat, boleh”.

4.      Hiponim
                 
                  Antara sebuah kata dengan kata yang lain dapat juga terjadi hubungan atas dan bawah, yaitu ada kata yang berkedudukan pada tingkat atas (kelas atas) dan ada kata yang berkedudukan sebagai kelas bawah.Kata yang ada pada tingkat atas itu disebut superordinat, sedangkan kata yang berkedudukan sebagai kelas bawah disebut hiponim.Sebagai contoh nama-nama bunga seperti melati, mawar, sedap malam adalah hiponim, sedangkan kata bunga atau kembang adalah superordinat.Kata manusia adalah superordinat yang membawahi hiponim pria dan wanita, demikian juga kata binatang sebagai superordinat untuk hiponim burung, ikan, dll.
                  Dalam mengacu sebuah hiponim, seorang pembicara atau penulis dapat saja dengan mengacu superordinatnya, tetapi hal yang sebaliknya tidak bisa.Untuk mengatakan “saya memukul anjing itu” dapat diganti dengan “saya memukul binatang itu”.Kita tidak bisa mengatakan “ia makan mangga” untuk menggantikan “ia makan buah-buahan”.

5.      Antonim

                  Kata-kata yang digunakan dalam berbagai kebutuhan masing-masing mempunyai lawan makna.Kata yang berlawanan maknanya itu disebut antonim.Kata panjang berantonim dengan pendek, kotor dengan bersih, berat dengan ringan, tinggi dengan rendah, dst.Kata-kata yang berlawanan itu sering dipakai bersamaan dalam paduan kata, seperti jual beli, suami isri, tua muda, serah terima, dll.

D.    Pilihan kata dalam tulisan

                  Pilihan kata dalam tulisan atau karangan termasuk hal yang sangat penting.Pilihan kata dalam tulisan harus tepat, sebab kata-kata atau ungkapan yang digunakan harus dapat mewakili pikiran, gagasan, atau apa yang dimaksud penulis dan yang akan memberikan keterangan sesuai dengan yang dikehendakinya.Dalam hal ini sangat perlu diperhatikan nilai rasa yang berlaku dalam masyarakat, agar gagasan penulis dapat diterima dengan baik dalam masyarakat.Dalam penulisan harus dibedakan secara jelas tentang pemakaian kata-kata bahasa Indonesia baku dan bahasa Indonesia tidak baku.Ketidaktepatan pemakaian kata dalam tulisan atau karangan akan menimbulkan kesalahpahaman yang berkepanjangan.
                  Dalam karang mengarang harus digunakan bahasa Inonesia baku atau bahasa Indonesia ragam resmi.Bahasa baku seperti yang sudah dibicarakan, adalah bahasa yang dalam pemakaiannya telah diterima secara umum dan diangkat berdasarkan kesepakatan bersama(secara konvensional).Bahasa baku (standar) adalah bahasa yang menjadi dasar ukuran pemakaian secara resmi, sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku padanya.(Contoh:lihat SAP Bahasa Baku!)

1.      Pilihan Kata dalam Kata-kata Bersinonim

                  Kata-kata yang bersinonim harus dapat dibedakan secara tepat dalam pemakaiannya, baik dalam hubungan maknanya maupun dalam hubungan nilainya.
Contoh      : usul, saran, anjuran, nasihat.
                  Menyampaikan usul berarti menyampaikan sesuatu / pendapat dengan harapan pendapat itu diterima oleh pihak yang diusuli.Saran lebih lemah sifatnya daripada usul.Pemberi saran tidak memaksakan agar pendapatnya diterima.Diterima atau tidak terserah kepada penerima saran.Anjuran lebih keras sifatnya daripada saran.Pemberi anjuran menginginkan anjurannya dituruti penerima anjuran tersebut.Nasihat, sesuatu yang disampaikan kepada seseorang berupa anjuran yang baik untuk diresapkan dan dipatuhi.
Contoh      : seimbang, serasi, selaras.
                  Seimbang,menyatakan adanya keseimbangan, sedangkan serasi, menyatakan adanya kecocokan.Adapun selaras, menyatakan sesuatu yang sejalan.
                  Diantara berbagai bentuk kata yang bersinonim harus dapat dipilih yang tepat pemakaiannya.
Contoh      :
Tepat/Baku   
pemirsa, ilmuwan, peresmian, mengesampingkan, teladan, pihak
Tidak Tepat/tidak baku
pirsawan, ilmiawan, pengresmian, mengenyampingkan, tauladan, fihak

2.      Pilihan kata dalam Kalimat Bersinonim

                  Sinonim dalam kalimat biasanya terdapat pada bentukan pasif di- dengan pelaku orang III dengan pasif bentuk persona dengan pelaku orang I dan II.Dalam hal ini pun harus diketahui benar ketepatan bentuk sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia.
Baku/tepat
Tidak Baku/tidak tepat
Buku itu saya baca sampai tamat
Buku itu telah saya baca
Buku itu dibacanya
Buku itu dibaca oleh saya sampai tamat
Buku itu saya telah baca
Buku itu ia baca
                  Dapat juga sinonim dalam kalimat ini dilihat dari sudut pemakaian bentuk aktif dengan bentuk pasif.
§         Jika pelaku dipentingkan digunakan bentuk aktif, seperti;
                        Saya akan mengembalikan buku anda.(saya dipentingkan)
§         Jika penderita dipentingkan digunakan bentuk pasif, seperti:
                        Buku anda akan saya kembalikan.(buku anda dipentingkan)
Jadi tidak digunakan sebaliknya, melainkan sesuai dengan yang dipentingkan.

3.      Pilihan Kata dalam Sinonim Kelompok Kata (Frase)

                  Sinonim dalam kelompok kata (frase) terdapat karena adanya pemberian kualifikasi yang berlebih-lebihan.
Contoh:
Sangat istimewa sekali :        Sangat istimewa atau istimewa sekali.
Amat sangat baik             :     Amat baik atau sangat baik
Disebabkan karena sakit, ia tidak dating:
Sebab sakit, ia tidak datang   atau   Karena sakit, ia tidak datang.
                  Di samping itu terdapat pula sinonim dalam kelompok kata yang berhubungan dengan kelompok kata kerja partikel yang banyak berorientasi pada bahasa asing(inggris dan Belanda) yang menimbulkan berbagai alternatif bersaing, yaitu:
  1. Terdiri dari, terdiri atas, terdiri dalam
  2. Terjadi dari, terjadi atas , terjadi dalam
  3. Tergantung dari, tergantung atas, tergantung pada, bergantung pada
  4. Berdasarkan atas, berdasar atas, berdasar pada
  5. Terima kasih atas, terima kasih dengan, terima kasih pada
  6. Berhubung dengan, berhubungan dengan, berhubung pada
  7. Dibandingkan dengan, dibanding pada
  8. Berbeda dengan, berbeda dari, berbeda dalam
  9. Sesuai dengan, sesuai pada
  10. Ditemani oleh, ditemani dengan, ditemani sama
Yang tepat atau baku ialah untaian yang digarisbawahi

4.      Pilihan kata yang Dekat dengan Pendengar atau Pembaca

            Dalam tutur kata atau dalam karangan, pilihan kata haruslah dekat dengan pendengar atau pembaca, agar buah pikiran dan gagasan kita dengan mudah dapat ditangkap dan dipahami.Hal ini berarti bahwa pilihan kata itu haruslah sesuai dengan tingkat sosial, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, dan tingkat usia pendengar atau pembaca.Dalam bahasa tutur terutama dalam penyampaian pidato, ceramah dan khutbah hal ini harus benar-benar perlu mendapat perhatian.Dalam tulisanpun demikian, cerita untuk anak-anak berbeda corak bahasanya dengan cerita untuk orang dewasa.
                  Demikian pula pemakaian kata-kata singkatan perlu mendapat perhatian.Singkatan yang dapat dipakai hanyalah yang sudah umum benar diketahui pembaca, atau jika diperlukan pemakaiannya harus disertai keterangan kepanjangannya secara tepat.
Contoh:
Balita, singkatan dari bayi di bawah umur lima tahun
Tilang,singkatan dari bukti pelanggaran
Asi,singkatan dari air susu ibu
Poster,singkatan dari operasi halilintar
Porseni,singkatan dari pekan olahraga dan seni