3/27/10

Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi. Dengan berinteraksi, mereka dapat mengambil dan memberikan manfaat. Salah satu praktek yang merupakan hasil interaksi sesama manusia adalah terjadinya jual beli yang dengannya mereka mampu mendapatkan kebutuhan yang mereka inginkan. Islam pun mengatur permasalahan ini dengan rinci dan seksama sehingga ketika mengadakan transaksi jual beli, manusia mampu berinteraksi dalam koridor syariat dan terhindar dari tindakan-tindakan aniaya terhadap sesama manusia, hal ini menunjukkan bahwa Islam merupakan ajaran yang bersifat universal dan komprehensif.
Melihat paparan di atas, perlu kiranya kita mengetahui beberapa pernik tentang jual beli yang patut diperhatikan bagi mereka yang kesehariannya bergelut dengan transaksi jual beli, bahkan jika ditilik secara seksama, setiap orang tentulah bersentuhan dengan jual beli. Oleh karena itu, pengetahuan tentang jual beli yang disyariatkan mutlak diperlukan.


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi. Dengan berinteraksi, mereka dapat mengambil dan memberikan manfaat. Salah satu praktek yang merupakan hasil interaksi sesama manusia adalah terjadinya jual beli yang dengannya mereka mampu mendapatkan kebutuhan yang mereka inginkan. Islam pun mengatur permasalahan ini dengan rinci dan seksama sehingga ketika mengadakan transaksi jual beli, manusia mampu berinteraksi dalam koridor syariat dan terhindar dari tindakan-tindakan aniaya terhadap sesama manusia, hal ini menunjukkan bahwa Islam merupakan ajaran yang bersifat universal dan komprehensif.
Melihat paparan di atas, perlu kiranya kita mengetahui beberapa pernik tentang jual beli yang patut diperhatikan bagi mereka yang kesehariannya bergelut dengan transaksi jual beli, bahkan jika ditilik secara seksama, setiap orang tentulah bersentuhan dengan jual beli. Oleh karena itu, pengetahuan tentang jual beli yang disyariatkan mutlak diperlukan.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian jual beli?
2.      Bagaimana tata cara dan rukun jual beli?
3.      Bagaimanakah jual beli yang dihalalkan dan diharamkan?
4.      Sebutkan macam-macam riba!
5.      Apa sajakah yang termasuk khiyar itu?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian
Jual beli dalam konsep islam juga dikenal dengan Bai’u. Jual beli adalah kegiatan saling menukar. Secara etimologi, al-bai’ merupakan bentuk isim mashdar dari akar kata bahasa Arab bâ’a , maksudnya penerimaan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Kata al-bai’ dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yakni kata al-syirâ`. Dua kata ini masing-masing mempunyai makna dua (jual dan beli) yang satu sama lain bertolak belakang.
Adapun secara terminologi, jual beli adalah transaksi tukar menukar yang berkonsekuensi beralihnya hak kepemilikan, dan hal itu dapat terlaksana dengan akad, baik berupa ucapan maupun perbuatan.
Dalam konteks modern, terminologi jual-beli digunakan untuk menunjukkan proses pemindahan hak milik barang atau aset yang mayoritas mempergunakan uang sebagai medium pertukaran. Dan pertukaran ini selesai dengan ijab dan qobul baik secara ucapan lisan, isyarat maupun tulisan atau dengan saling memberi. Sebagaimana pertukaran ini biasanya memerlukan kelihaian dan selesai dengan saling ridho .

B.     Dalil Disyari’atkannya Jual Beli
1.      Dalil Al Qur’an
Allah berfirman dalam surat albaqarah ayat 275 yang berbunyi:
وٲحل ١للّھ١لبيع وحرٌ م ١لرٌبٰو١
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (Albaqarah:275)
2.      Dalil Sunnah
Nabi SAW pernah ditanya, profesi apakah yang paling baik? Maka beliau menjawab, bahwa profesi terbaik yang dikerjakan oleh manusia adalah segala pekerjaan yang dilakukan dengan kedua tangannya dan transaksi jual beli yang dilakukannya tanpa melanggar batasan-batasan syariat. Beliau SAW juga bersabda yang artinya:
“Emas ditukar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, sama beratnya dan langsung diserahterimakan. Apabila berlainan jenis, maka juallah sesuka kalian namun harus langsung diserahterimakan/secara kontan” (HR. Muslim: 2970)
Berdasarkan hadits di atas, jual beli merupakan aktivitas yang disyariatkan.
3.      Dalil Ijma’
Kebutuhan manusia untuk mengadakan transaksi jual beli sangat urgen, dengan transaksi jual beli seseorang mampu untuk memiliki barang orang lain yang diinginkan tanpa melanggar batasan syariat. Oleh karena itu, praktek jual beli yang dilakukan manusia semenjak masa Rasulullah SAW hingga saat ini menunjukkan bahwa umat telah sepakat akan disyariatkannya jual beli (Fiqhus Sunnah,3/46).
4.      Dalil Qiyas
Kebutuhan manusia menuntut adanya jual beli, karena seseorang sangat membutuhkan sesuatu yang dimiliki orang lain, baik itu berupa barang atau uang, dan hal itu dapat diperoleh setelah menyerahkan timbal balik berupa kompensasi. Dengan demikian, terkandung hikmah dalam pensyariatan jual beli bagi manusia, yaitu sebagai sarana demi tercapainya suatu keinginan yang diharapkan oleh manusia (Al Mulakhos Al Fiqhy, 2/8).

C.    Aturan jual beli
Jual beli adalah menukar suatu barang dengan barang yang lain dengan cara yang tertentu (akad).
وٲحل ١للّھ١لبيع وحرٌ م ١لرٌبٰو١         
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (Albaqarah:275)
لاتٲكلو١١موالكم بينكم بالباطل١لاّ١ن تكون تجارةعن تراض منكم
Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan bathil kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.”(An nisa:29).

D.    Rukun dan Syarat Jual Beli
Jumhur ulama membagi jual beli menjadi dua, yaitu jual beli yang shahih dan jual beli yang batal.Apabila rukun dan syarat jual beli terpenuhi, maka jual beli itu sah/shahih/halal.Sebaliknya apabila rukun dan syarat jual beli itu tidak terpenuhi, maka jual beli itu batal.
Oleh karena itu, seseorang yang menggeluti praktek jual beli wajib memperhatikan syarat-syarat sah praktek jual beli agar dapat melaksanakannya sesuai dengan batasan-batasan syari’at dan tidak terjerumus ke dalam tindakan-tindakan yang diharamkan .
1.      Penjual dan pembeli
Persyaratan yang berkaitan dengan pelaku praktek jual beli, baik penjual maupun pembeli, yaitu:
a.      Berakal
b.      Dengan kehendak sendiri (tidak dalam keadaan dipaksa atau terpaksa atau dibawah tekanan). Allah ta’ala berfirman yang artinya:
“… janganlah kalian saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang timbul dari kerelaan di antara kalian…” (QS. An-Nisaa’: 29)
c.       Tidak mubazir(pemboros)
Dalam firman Allah yang artinya:
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupanmu,berilah mereka belanja”(An nisa:5)
d.     Baligh
2.      Uang dan benda yang dibeli
Yang berkaitan dengan objek/barang yang diperjualbelikan, syarat-syaratnya yaitu:
a.      Objek jual beli (baik berupa barang jualan atau harganya/uang) merupakan barang yang suci dan bermanfaat, bukan barang najis atau barang yang haram, karena barang yang secara dzatnya haram terlarang untuk diperjualbelikan.
b.      Objek jual beli merupakan hak milik penuh. Rasulullah SAW  bersabda,
لا بيع ١لاٌ  فيما يملك
“Tidak sah jual beli selain mengenai barang yang dimiliki.”(Riwayat Abu dawud dan At tirmidzi)
Seseorang diperbolehkan melakukan transaksi terhadap barang yang bukan miliknya dengan syarat pemilik memberi izin atau rida terhadap apa yang dilakukannya. Hal ini ditunjukkan oleh persetujuan Nabi SAW terhadap perbuatan Urwah tatkala beliau memerintahkannya untuk membeli kambing buat beliau.
c.       Objek jual beli dapat diserahterimakan, sehingga tidak sah menjual burung yang terbang di udara, menjual unta atau sejenisnya yang kabur dari kandang dan semisalnya
d.     Objek jual beli dan jumlah pembayarannya diketahui secara jelas oleh kedua belah pihak sehingga terhindar dari gharar.
e.      Ada manfaatnya.Tidak boleh menjual sesuatu yang tidak ada manfaatnya.
3.      Lafadz ijab dan Kabul
Ijab adalah perkataan penjual,misalnya “Saya jual barang ini sekian”.Kabul adalah ucapan si pembeli “saya beli dengan harga sekian”.Sabda Rasulullah:
١نٌما١لبيع عن تر١ض
Sesungguhnya jual beli itu hanya sah jika suka sama suka"    (Riwayat Ibnu Hibban)
Menurut ulama yang mewajibkan lafadz,lafadz itu wajib memenuhi beberapa syarat:
  1. Keadaan ijab dan Kabul berhubungan.Artinya salah satu dari keduanya pantas menjadi jawaban dari yang lain yang belum berselang lama.
  2. Makna keduanya hendaklah mufakat (sama) walaupun lafadz keduanya berlainan.
  3. Keduanya tidak disangkutkan dengan urusan yang lain,misalnya “Kalau saya jadi pergi,saya jual barang ini sekian”
  4. Tidak berwaktu, sebab jual beli berwaktu tidak sah



E.     Jual beli yang sah, tetapi dilarang
1.      Membeli barang dengan harga yang lebih mahal daripada harga pasar,dengan maksud supaya orang lain tidak membeli barang itu.
2.      Membeli barang yang sudah dibeli orang lain yang masih dalam masa khiyar.
3.      Mencegat orang yang datang dari desa di luar kota, lalu membeli barangnya sebelum mereka sampai ke pasar dan sewaktu mereka belum mengetahui harga pasar.
عن١بن عبٌا س قا ل رسول١ للٌھ عليھ وسلٌم لاتتلقٌو١١لرٌكبان
“Dari Ibnu Abbas,Rasululloh bersabda,Jangan kamu mencegat orang-orang yang akan ke pasar di jalan sebelum mereka sampai di pasar”.(Muttafaqun alaih)
4.      Membeli barang untuk ditahan agar dapat dijual dengan harga yang lebih mahal,sedangkan masyarakat umum memerlukan barang ini.
لايحتكر١لاٌحاطٸ.(رو١ہ مسلم)
Tidak ada orang yang  menahan barang kecuali orang yang durhaka "
5.      Menjual suatu barang yang berguna, tetapi dijadikan alat maksiat oleh yang membelinya.Allah berfirman dalam surat al maidah ayat 2 yang artinya:
“Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa,dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”
6.      Jual beli disertai tipuan.



F.      Jual Beli Terlarang
Bentuk jual beli terlarang antara lain :
1.      Jual Beli ketika Panggilan Adzan
Jual beli tidak sah dilakukan bila telah masuk kewajiban untuk melakukan shalat Jum’at. Yaitu setelah terdengar panggilan adzan yang kedua, berdasarkan Firman Alloh SWT, yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Alloh dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS: Al Jumu’ah: 9).
Larangan di atas menunjukan makna pengharaman dan tidak sahnya jual beli. Demikian juga dengan shalat fardhu lainnya, tidak boleh disibukkan dengan aktivitas jual beli ataupun yang lainnya setelah ada panggilan untuk menghadirinya.
2.      Jual beli untuk kejahatan
Alloh SWT melarang kita menjual sesuatu yang dapat membantu terwujudnya kemaksiatan dan dipergunakan kepada yang diharamkan Alloh SWT. Hal ini berdasarkan firman Alloh SWT pada surat almaidah ayat  2.
3.      Menjual Budak Muslim kepada Non Muslim
Alloh SWT melarang menjual hamba sahaya muslim kepada seorang kafir jika dia tidak membebaskannya. Karena hal tersebut akan menjadikan budak tersebut hina dan rendah di hadapan orang kafir. Alloh SWT berfirman, yang artinya: “Alloh sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (QS: An-Nisa’: 141).
4.      Jual Beli di atas Jual Beli Saudaranya
Diharamkan menjual barang di atas penjualan saudaranya, seperti seseorang berkata kepada orang yang hendak membeli barang seharga sepuluh, Aku akan memberimu barang yang seperti itu dengan harga sembilan... Atau perkataan Aku akan memberimu lebih baik dari itu dengan harga yang lebih baik pula. Nabi SAW bersabda, yang artinya: “Tidaklah sebagian diatara kalian diperkenankan untuk menjual (barang) atas (penjualan) sebagian lainnya.” (Mutafaq alaihi).
5.      Samsaran
Termasuk jual beli yang diharamkan adalah jual belinya orang yang bertindak sebagai samsaran (seorang penduduk kota menghadang orang yang datang dari tempat lain (luar kota), kemudian orang itu meminta kepadanya untuk menjadi perantara dalam jual belinya, begitupun sebaliknya,kecuali bila diminta untuk membelikan atau menjualkan barang miliknya, maka ini tidak dilarang). Hal ini berdasarkan sabda Nabi SAW yang artinya: “Tidak boleh seorang yang hadir (tinggal di kota) menjualkan barang terhadap orang yang baadi (orang kampung lain yang datang ke kota)”.
6.      Jual Beli dengan Cinah
Diantara jual beli yang juga terlarang adalah jual beli dengan cara Сinah, yaitu menjual sebuah barang kepada seseorang dengan harga kredit, kemudian dia membelinya lagi dengan harga kontan akan tetapi lebih rendah dari harga kredit. Misalnya, seseorang menjual barang seharga Rp 20.000 dengan cara kredit. Kemudian (setelah dijual) dia membelinya lagi dengan harga Rp 15.000 kontan. Adapun harga Rp 20.000 tetap dalam hitungan hutang si pembeli sampai batas waktu yang ditentukan.
Maka ini adalah perbuatan yang diharamkan karena termasuk bentuk tipu daya yang bisa mengantarkan kepada riba. Seolah-olah dia menjual dirham-dirham yang dikreditkan dengan dirham-dirham yang kontan bersamaan dengan adanya perbedaan (selisih). Sedangkan harga barang itu hanya sekedar tipu daya saja (hilah), padahal intinya adalah riba.

G.    Contoh Persoalan yang Berkaitan dengan Jual Beli yang Umum di Masyarakat
Bagaimana dengan hukum jual beli dengan perantaran pos??tentunya hal itu sudah pernah terjadi di sekeliling kita.
Sebagian ahli fiqh menolak segala rupa akad (perjanjian) yang tidak diikrarkan oleh lidah, karena menurut mereka tidak terjadi ijab dan qabul dengan pembeli.Padahal jika kita fikirkan benar-benar firman Tuhan dalam potongan surat almaidah ayat 1 berikut:
٠٠٠ٲوفو١بلعقود٠٠٠
"Sempurnakanlah segenap akad"
Nyatalah bahwa akad yang dilakukan dengan surat menyurat itu sah adanya.Pengiriman merupakan ijab,sedangkan penebusan merupakan qabul,menyatakan keridlaan-keridlaan kedua belah pihak.
Persoalan lain, tentang jual beli kredit. Jual Beli Kredit (sell or buy on credit/installment) dalam bahasa Arabnya disebut Bai’ bit Taqsith.
Jumhur ulama membolehkan praktik jual beli kredit (bai’ bit Taqsith) tanpa bunga. Jadi, mereka telah sepakat bahwa tidak ada larangan bagi penjual menentukan harga secara kredit lebih tinggi daripada ketentuan harga kontan. Penjual boleh saja mengambil keuntungan dengan ketentuan dan perhitungan yang jelas
Namun para ulama ketika membolehkan jual-beli secara kredit dengan ketentuan selama pihak penjual dan pembeli mengikuti kaidah dan syarat-syarat keabsahannya sebagai berikut:
1.      Harga barang ditentukan jelas dan pasti diketahui pihak penjual dan pembeli.
2.      Pembayaran cicilan disepakati kedua belah pihak dan tempo pembayaran dibatasi sehingga terhindar dari praktik bai’ gharar, ‘bisnis penipuan’.
3.      Harga semula yang sudah disepakati bersama tidak boleh dinaikkan lantaran pelunasannya melebihi waktu yang ditentukan, karena dapat jatuh pada praktik riba.
4.      Seorang tidak boleh mengeksploitasi kebutuhan pembeli dengan cara menaikkan harga terlalu tinggi melebihi harga pasar yang berlaku, agar tidak termasuk kategori bai’ muththarr, ‘jual-beli dengan terpaksa’ yang dikecam Nabi saw.
Demikian juga dengan hukumnya pemakaian kartu kredit. Dibolehkan bagi umat Islam untuk menggunakan jasa kartu kredit (credit card) ini, asal tidak memakai sistem riba yaitu memberlakukan ketentuan bunga bila pelunasan hutang kepada penjamin lewat jatuh tempo pembayaran atau menunggak.
Namun bila memang terpaksa atau tuntutan kebutuhan mengharuskannya menggunakan kartu kredit biasa yang memakai ketentuan bunga, maka demi kemudahan transaksi dibolehkan memakai semua kartu kredit dengan keyakinan penuh menurut kondisi finansial dan ekonominya mampu membayar utang dan komitmen untuk melunasinya tepat waktu sebelum jatuh tempo agar tidak membayar hutang.
Firman Allah SWT :
١لذ ين يٲكلون١لربو١لايقوموإلاكمايقوم١لذ ى يتحبطھ ١لشيطان من١لمس ذلك بٲنّھم قالو١ٳنّما١لبيع مثل١لرّباوأحلّ١للّھ١لبيع وحرّم١لرّبافمن جاءه موعظة مٌن رٌبّھ فانتھى فلھ ماسلف وٲمره ٳلى١للّھ ومن عادفأولئك ٲصحاب١لنّارھم فيھاخالدون
“Orang-orang yang makan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat) sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berheni (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannnya kepada Allah.Orang yang mengulangi (mengambil riba) maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (Albaqoroh:275)
Pada intinya islam melarang setiap tindakan pembungaan uang.Akan tetapi tidak boleh menganggap bahwa islam melarang perkreditan, dalam kata lain islam pada dasarnya memandang perkreditan itu boleh dalam dunia perdagangan.Apalagi di dalam masyarakat yang menganut system perekonomian modern seperti sekarang ini, menuntut ada kredit dan pinjaman.Di balik itu semua tentu masing-masing pihak sama-sama ingin meraih keuntungan.

H.    Riba
Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan), secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar . Secara istilah riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.
Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا لاَ تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً
“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda.”
Hadits ‘Ali bin Abi Thalib RA:
كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبًا
“Setiap pinjaman yg membawa keuntungan adalah riba.”
 Macam-macam riba:
1.      Riba Yad, berpisah dari tempat akad sebelum timbang terima.
2.      Riba qardh, suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtaridh).
3.      Riba Fadhl, pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.Hadits ‘Utsman bin ‘Affan RA riwayat Muslim yang berbunyi:
لاَ تَبِيْعُوا الدِّيْنَارَ بِالدِّيْنَارَيْنِ وَلاَ الدِّرْهَمَ بِالدِّرْهَمَيْنِ
“Jangan kalian menjual satu dinar dengan dua dinar jangan pula satu dirham dengan dua dirham.”
4.      Riba Nasi`ah, pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.

I.       Khiyar
Secara etimologi, khiyar artinya memilih, menyisihkan, dan menyaring. Secara terminologis dalam ilmu fiqih, yaitu hak yang dimiliki orang yang melakukan perjanjian usaha untuk memilih antara dua hal yang disukainya, meneruskan perjanjian tersebut atau membatalkannya.  
Tujuan diadakan khiyar oleh syara’ berfungsi agar kedua orang yang berjual beli dapat memikirkan kemaslahatan masing-masing lebih jauh, supaya tidak akan terjadi penyesalan di kemudian hari karena merasa tertipu.Khiyar ada tiga macam:


1.      Khiyar majelis
Yakni semacam hak pilih bagi pihak-pihak yang melakukan perjanjian untuk membatalkan perjanjian atau melanjutkannya selama belum beranjak dari lokasi perjanjian. Sabda Rasullullah Saw:
اَلْبَيِّعَان بِاْخِيَارِمَالَمْ يَتَفَرَّقََا
Dua orang yang berjual beli boleh memilih ( akan meneruskan jual beli mereka atau tidak ) selama keduanya belum bercerai dari tempat akad.”( Riwayat Bukhori dan Muslim ).
2.      Khiyar syarat
Yakni persyaratan yang diminta oleh salah satu dari pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian, atau diminta masing-masing pihak untuk dirinya sendiri atau untuk pihak lain, untuk diberikan hak menggagalkan perjanjian dalam jangka waktu tertentu.
Masa khiyar syarat paling lama hanya tiga hari tiga malam, terhitung dari waktu akad. Sabda Rasulullah Saw:

اَنْتَ بِاخِيَاِرفِى كُلِّ سَلْعَةٍاِبْتَعْتَهَاثَلاَثٍ لَيَالٍ
Engkau boleh khiyar pada segala barang yang telah engkau beli selama tiga hari tiga malam.” ( Riwayat baihaqi dan Ibnu Majah ).
3.      Khiyar ‘aibi(cacat)
Menurut ulama fikih ( Al – Juhaili.1989 : 261 ) khiyar ‘Aib ( cacat ) yaitu:
اَنْ يَكُوْنَ ِلأَحَدِالْعَاقِدَيِْنِ الْحَقَّ فِى فَسْخِ الْعَقْدِاَوْاِمْضَاءِهِ اِذَا وُجِدَ 
 
عَيْبٌ فِى اَحَدِ الْبَدْ لَيْنِ وَلَمْ يَكُنْ صَا حِبُهُ عَالِمًابِهِ وَقْتَ الْعَقْدِ.
Keadaan yang membolehkan salah seorang yang akad memiliki hak untuk membatalkan akad atau menjadikannya ketika ditemukan aib ( kecacatan ) dari salah satu yang dijadikan alat tukar – menukar yang tidak diketahui pemiliknya waktu akad.”
Adapun waktu dimulainya khiyar a'ib adalah ketika diketahui adanya kecacatan meskipun hal itu terjadi jauh sesudah akad.

J.       Hikmah jual beli
Allah Swt mensyari’atkan jual beli sebagai bagian dari bentuk ta’awun (saling menolong) antar sesama manusia, juga sebagai pemberian keleluasaan, karena manusia secara pribadi mempunyai kebutuhan berupa sandang, pangan, papan dsb. Kebutuhan seperti ini tak pernah putus selama manusia masih hidup.
Tak seorangpun dapat memenuhi seluruh hajat hidupnya sendiri, karena itu manusia dituntut berhubungan satu sama lain dalam bentuk saling tukar barang. Manusia sebagai anggota masyarakat selalu membutuhkan apa yang dihasilkan dan dimiliki oleh orang lain. Oleh karena itu jual beli adalah salah satu jalan untuk mendapatkannya secara sah. Dengan demikian maka akan mudah bagi setiap individu untuk memenuhi kebutuhannya.
Berikut ini adalah hikmah jual beli,antara lain:
1.      Jual beli dapat menata struktur kehidupan ekonomi masyarakat yang menghargai hak milik orang lain.
2.      Penjual dan pembeli dapat memenuhi kebutuhannya atas dasar kerelaan.
3.      Masing-masing pihak merasa puas, baik ketika penjual melepas barang dagangannya dengan imbalan, maupun pembeli membayar dan menerima barang.
4.      Dapat menjauhkan diri dari memakan atau memiliki barang yang haram atau secara bathil.
5.      Penjual dan pembeli mendapat rahmat Allah Swt. Bahkan 90% sumber rezeki berputar dalam aktifitas perdagangan.
6.      Menumbuhkan ketentraman dan kebahagiaan.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Secara etimologi, al-bai’ merupakan bentuk isim mashdar dari akar kata bahasa Arab bâ’a , maksudnya penerimaan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Adapun secara terminologi, jual beli adalah transaksi tukar menukar yang berkonsekuensi beralihnya hak kepemilikan, dan hal itu dapat terlaksana dengan akad, baik berupa ucapan maupun perbuatan.
Tentang disyariatkannya jual beli tercantum dalam alquran, sunnah, ijma’, dan qiyas.
 Jumhur ulama membagi jual beli menjadi dua, yaitu jual beli yang shahih dan jual beli yang batal.Apabila rukun dan syarat jual beli terpenuhi, maka jual beli itu sah/shahih/halal.Sebaliknya apabila rukun dan syarat jual beli itu tidak terpenuhi, maka jual beli itu batal.
Dimana rukun dan syarat jual beli itu adalah; penjual dan pembeli (berakal, dengan kehendak sendiri, tidak mubazir(pemboros), baligh), Uang dan benda yang dibeli (suci dan bermanfaat, hak milik penuh, dapat diserahterimakan, objek jual beli dan jumlah pembayarannya diketahui secara jelas oleh kedua belah pihak, ada manfaatnya), dan lafadz ijab dan Kabul.
Adapun yang termasuk jual beli yang diharamkan antara lain; jual Beli ketika panggilan adzan, jual beli untuk kejahatan, menjual budak muslim kepada non muslim, jual beli di atas jual beli saudaranya, samsaran, jual beli dengan cinah.
Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan), secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar . Secara istilah riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam. Macam-macam riba yaitu riba yad, riba qardh, riba fadhl, dan riba nasi`ah.
Khiyar yakni persyaratan yang diminta oleh salah satu dari pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian, atau diminta masing-masing pihak untuk dirinya sendiri atau untuk pihak lain, untuk diberikan hak menggagalkan perjanjian dalam jangka waktu tertentu.Macam-macam khiyar yaitu khiyar majelis, khiyar syarat, dan khiyar aibi.
Hikmah jual beli,antara lain; dapat menata struktur kehidupan ekonomi masyarakat, penjual dan pembeli dapat memenuhi kebutuhannya atas dasar kerelaan, masing-masing pihak merasa puas, dapat menjauhkan diri dari memakan atau memiliki barang yang haram atau secara bathil, mendapat rahmat Allah Swt, dan juga dapat menumbuhkan ketentraman dan kebahagiaan.

B.     Penutup
Demikian uraian makalah dari kami,mohon maaf apabila terdapat kekurangan pada konteksnya,kesalahan penulisan,maupun kekurangan-kekurangan lain.Kritik dan saran yang membangun masih kami perlukan untuk perbaikan makalah kami di lain waktu.Sekian.





DAFTAR PUSTAKA

Aibak, Kutbuddin. 2006. Kajian Fiqh Kontemporer . Surabaya: Elkaf.
Hasbi Ash Shidieqy, Muhammad. 1997. Pengantar Hukum Islam. Semarang: Pustaka Rizqy Putra.
Rasjid, Sulaiman. 2008. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Mas’ai, Ghufron A.. 2002. Fiqh Muamalah Kontekstual. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Muslim, Nur I.. 2008. Jual Beli dan Syarat-Syaratnya , (online), ( http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/jual-beli-dan-syarat-syaratnya.html, diakses 12 Maret 2010).
Fiqhy, Mulakhos. 2007. Jual Beli yang terlarang , (online), (http://fiqihislam.wordpress.com/2007/06/22/jual-beli-yang-terlarang/, diakses 12 Maret 2010).
Afifudin, Muhammad. 2007. Syari’ah kajian utama , (online), (http://blog.re.or.id/macam-macam-riba.html , diakses 22 Maret 2010).

Rohman, Rolly A.. 2005. Fikih. Jatim : MDC.