1/18/10

Judul : PILIHAN KATA

TIU : siswa dapat memiliki kemampuan memilih kata secara tepat dalam berbahasa, baik lisan maupun tulisan.

TIK : Mahasiswa dapat

1. Menjelaskan dasar pengertian pilihan kata (diksi).

2. Membedakan antara denotasi dan konotasi dalam hubungannya dengan makna kata.

3. Menerangkan pertalian makna kata dalam pemakaian kalimat.

4. Memilih kata secara tepat dalam berbahasa.



Judul   : PILIHAN KATA
TIU      : Mahasiswa dapat memiliki kemampuan memilih kata secara tepat dalam berbahasa, baik lisan maupun tulisan.
TIK      : Mahasiswa dapat
1.      Menjelaskan dasar pengertian pilihan kata (diksi).
2.      Membedakan antara denotasi dan konotasi dalam hubungannya dengan makna kata.
3.      Menerangkan pertalian makna kata dalam pemakaian kalimat.
4.      Memilih kata secara tepat dalam berbahasa.

A.    Pendahuluan

Pilihan kata atau diksi berhubungan dengan bagaimana seorang pembicara atau penulis memilih kata atau istilah yang tepat digunakan dalam penuturan atau karangan yang disusunnya.Persoalan pilihan kata tidaklah sederhana dan terbentuk begitu saja, melainkan cukup kompleks dan memerlukan perhatian untuk dipelajari.Kenyataan menunjukkan bahwa ada orang yang mudah mengungkapkan maksudnya dan mempunyai perbendaharaan kata yang lumayan, dan sebaliknya ada orang yang sulit mengungkapkan maksudnya dan mempunyai perbendaharaan kata yang terbatas (miskin).Hubungan antara manusia dengan sesamanya melalui bahasa meruapkan kegiatan yang sangat penting dan menentukan perkembangan masyarakat, lebih-lebih pada tingkat perkembangan dewasa ini dan seterusnya.
Perbendaharaan kata yang memadai disertai kemampuan yang tinggi untuk memilih kata yang tepat dalam jaringan kalimat yang jelas dan efekif akan membantu yang bersangkutan untuk terlibat secara aktif dalam komunikasi masyarakat secara luas dengan berbagai keuntungan yang dapat dipetik.
Pilihan kata adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna yang sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan yang menemukan bentuk sesuai dengan  situasi dan nilai rasa yang dimiliki oleh pendengar/pembaca.Ketepatan memilih kata dalam pembicaraan atau karangan dilihat dari dua sudut yang saling berkaitan, yaitu ketepatan memilih kata dilihat dari pembicara atau penulis itu sendiri untuk mewakili gagasan yang dicetuskannya, dan dari sudut masyarakat yang menerima gagasan tersebut sesuai dengan norma-norma yang berlaku .Disinilah diperlukan pengetahuan yang cukup tentang kata-kata dengan berbagai bentuk/maknanya dengan kelaziman penggunaannya.Makin luas dan dalam pengetahuan kita tentang kata-kata dengan berbagai makna yang dikandungnya, makin mudah kita memilih kata yang tepat untuk mengungkapkan gagasan-gagasan yang ingin disampaikan kepada orang lain.

B.      Makna kata

Ketepatan pilihan kata yang dapat mendukung gagasan yang hendak diungkapkan dan sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat tergantung pada makna kata.Dalam garis besarnya makna kata itu dapat dibedakan atas makna yang bersifat denotatif dan makna yang bersifat konotatif.Makna kata yang bersifat denotatif adalah makna yang sebenarnya, makna kata yang sesuai dengan konsepnya seperti yang terdapat dalam kamus (makna leksikal).Makna kata yang bersifat konotatif ialah makna tambahan atau sampingan yang sesuai dengan sikap dan nilai rasa tertentu pemakai bahasa tersebut.Kata yang tidak mengandung makna / perasaan tambahan disebut denotasi, sedangkan makna kata yang mengandung arti tambahan atau perasaan tertentu disamping arti umum disebut konotasi.
Contoh      : Toko itu dilayani gadis-gadis manis
                    Toko itu dilayani dara-dara manis
                    Toko itu dilayani perawan-perawan manis
                  Ketiga kata yang bercetak miring itu memiliki arti yang sama, yaitu wanita yang masih muda.Kata gadis mengandung arti yang paling umum , yaitu mengacu kepada sekelompok manusia (wanita yang masih muda) tanpa suatu makna tambahan.Kata dara lebih bersifat puitis, lebih indah, lebih terasa, dan mengandung asosiasi yang lebih menyenangkan.Adapun kata perawan mengandung asosiasi tertentu, karena tidak semua wanita muda yang dimaksud itu perawan.Dari ketiga contoh diatas dapat dilihat bahwa kata gadis bersifat denotatif, sedangkan kata dara dan perawan bersifat  konotatif.
Contoh lain          : Ia sedang makan nasi
                                Pegawai yang suka makan suap segera dipecat.
                                Petang itu kami berjalan-jalan makan angin
                                Pembangunan gedung itu makan biaya cukup banyak
                  Makna denotatif mempunyai pertalian dengan keterangan yang bersifat faktual, dan dalam bentuk yang murni dihubungkan dengan pemakaian yang bersifat ilmiah.Seorang pembicara atau penulis ingin memberikan keterangan dalam bidang ilmu pengetahuan tertentu cenderung untuk menggunakan kata-kata yang bersifat denotatif.Pengarahan yang jelas terhadap fakta yang khusus merupakan tujuan utamanya, dan ia tidak menginginkan arti tambahan berdasarkan penafsiran tertentu dari pembaca.
                  Ketepatan pilihan kata yang bersifat denotatif harus tampak dari kesanggupan kata-kata itu untuk menuntun pembaca kepada gagasan yang ingin disampaikan penulis dan mencegah kemungkinan adanya penafsiran lain.Pilihan kata yang bersifat denotatif dapat dilakukan dengan baik jika kita rajin membuka kamus yang bersifat umum atau khusus.
                  Makna konotatif timbul karena bahasa yang digunakan tidak hanya dipakai untuk memberikan keterangan yang bersifat faktual, melainkan juga untuk keperluan lain seperti mengajukan pertanyaan, memberi perintah, mempengaruhi atau membujuk orang lain, dan menyindir orang lain secara halus atau kasar.Penggunaan bahasa untuk keperluan-keperluan yang demikian dapat menggeser makna denotatifnya.Pilihan kata berdasarkan makna konotatif lebih sulit dilakukan jika dibandingkan dengan pilihan kata berdasarkan makna denotatif.Itulah sebabnya pilihan kata atau diksi banyak bertalian dengan pilihan kata yang bersifat denotatif.

C.     Pertalian makna kata

1.      Sinonim

                  Kata-kata yang kita pakai untuk mengungkapkan gagasan atau untuk berhubungan dengan orang lain masing-masing mempunyai makna atau nuansa makna yang berlainan, akan tetapi dalam kadar tertentu ada pertalian makna antara kata yang satu dengan kata yang lain.Kata-kata tertentu yang memiliki makna yang sama disebut bersinonim.Sinonim atau persamaan kata itu tidak sepenuhnya berlaku, akan tetapi dari bentuk-bentuk yang berbeda itu ada makna yang sama.Kata manipulasi misalnya tidak sama maknanya dengan kata kecurangan, penggelapan, penimbunan, dst, akan tetapi antara bentuk-bentuk yang berbeda mengandung makna yang sama dalam kadar tertentu.Contoh lain yang dapat diberikan ialah kata stabil yang bersinonim dengan kata mantap, kuat, tetap, kukuh, dst.
                  Sinonim-sinonim itu terjadi pada setiap bahasa yang berkembang.Pengenalan bahasa lain membawa akibat penerimaan kata-kata baru itu sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia.Melalui proses serapan kita mengenal dan menerima kata prestasi dan produksi, meskipun sebelumnya sudah ada kata hasil sebagai padanannya.Ada kata maksiat disamping kata jahat dan kotor, demikian juga dengan kata risalah, artikel, makalah, disamping kata karangan.Kata-kata yang bersinonim itu ada yang berasal dari bahasa asing seperti yang dikemukakan di atas, dan ada pula yang berasal dari bahasa daerah.Setiap kata itu dapat saja menyatakan makna tertentu berdasarkan nilai rasa pemakainya.Kita mengenal kata-kata seperti tambang dan tali, parang dan golok, ubi kayu dan singkong, lempung dan tanah liat, mati dan meninggal, mayat dan jenazah, muda dan remaja, dll.

2.      Polisemi

                  Polisemi ialah bentuk yang sama dengan beberapa makna, suatu kata yang mempunyai lebih dari satu makna kata.Kata korban misalnya dapat berarti 1) pemberian untuk menyatakan kebaktian, 2) Orang yang menderita kecelakaan karena perbuatan tertentu, 3) Orang yang meninggal karena tertimpa bencana
                  Contoh lain adalah kata kaki yang mempunyai polisemi seperti 1) anggota badan yang dipakai untuk berjalan, 2) bagian barang yang menjadi penopang, 3) ukuran panjang (kaki Belanda 0,28 m,kaki inggris 0,304 m).
                  Kata yang mengandung polisemi masih jelas pertalian maknanya.Perbedaan-perbedaan makna itu timbul karena pemakaian kata yang berbeda dalam penuturan, khususnya dalam perangkat kalimat.

3.      Homonim
                 
                  Homonim mempunyai pengertian dua kata yang bertalian dalam bentuk yang sama.Perbedaan makna itu jelas adanya karena kata-kata yang sama bentuknya masing-masing berdiri sendiri sebagai satu kata, dan antara keduanya tidak ada pertalian.Jika kata-kata tersebut bunyinya sama maka bentuk-bentuk yang demikian disebut homofon (sama bunyi).Ada juga kata-kata yang tulisannya sama dengan makna yang berbeda, dan bentuk-bentuk yang demikian disebut homograf (sama tulisan).Kata buku dalam bahasa Indonesia adalah homonim, yaitu buku sebagai kata asli bahasa Indonesia yang berarti “tulisan sendi” ,dan buku yang berasal dari kata boak(bahasa belanda) yang berarti “kertas bertulisan yang dijilid”.
                  Contoh lain ialah kata kopi yang berasal dari bahasa asing, yaitu kopi berasal dari bahasa belanda koffie yang berarti “nama pohon dan biji yang digoreng untuk minuman’, dan kopi yang berasal dari bahasa inggris copy yang berarti “salinan”.Kata bisa yang bentuknya sama dalam bahasa Indonesia dapat berarti “zat racun’ dan yang lain berarti “dapat, boleh”.

4.      Hiponim
                 
                  Antara sebuah kata dengan kata yang lain dapat juga terjadi hubungan atas dan bawah, yaitu ada kata yang berkedudukan pada tingkat atas (kelas atas) dan ada kata yang berkedudukan sebagai kelas bawah.Kata yang ada pada tingkat atas itu disebut superordinat, sedangkan kata yang berkedudukan sebagai kelas bawah disebut hiponim.Sebagai contoh nama-nama bunga seperti melati, mawar, sedap malam adalah hiponim, sedangkan kata bunga atau kembang adalah superordinat.Kata manusia adalah superordinat yang membawahi hiponim pria dan wanita, demikian juga kata binatang sebagai superordinat untuk hiponim burung, ikan, dll.
                  Dalam mengacu sebuah hiponim, seorang pembicara atau penulis dapat saja dengan mengacu superordinatnya, tetapi hal yang sebaliknya tidak bisa.Untuk mengatakan “saya memukul anjing itu” dapat diganti dengan “saya memukul binatang itu”.Kita tidak bisa mengatakan “ia makan mangga” untuk menggantikan “ia makan buah-buahan”.

5.      Antonim

                  Kata-kata yang digunakan dalam berbagai kebutuhan masing-masing mempunyai lawan makna.Kata yang berlawanan maknanya itu disebut antonim.Kata panjang berantonim dengan pendek, kotor dengan bersih, berat dengan ringan, tinggi dengan rendah, dst.Kata-kata yang berlawanan itu sering dipakai bersamaan dalam paduan kata, seperti jual beli, suami isri, tua muda, serah terima, dll.

D.    Pilihan kata dalam tulisan

                  Pilihan kata dalam tulisan atau karangan termasuk hal yang sangat penting.Pilihan kata dalam tulisan harus tepat, sebab kata-kata atau ungkapan yang digunakan harus dapat mewakili pikiran, gagasan, atau apa yang dimaksud penulis dan yang akan memberikan keterangan sesuai dengan yang dikehendakinya.Dalam hal ini sangat perlu diperhatikan nilai rasa yang berlaku dalam masyarakat, agar gagasan penulis dapat diterima dengan baik dalam masyarakat.Dalam penulisan harus dibedakan secara jelas tentang pemakaian kata-kata bahasa Indonesia baku dan bahasa Indonesia tidak baku.Ketidaktepatan pemakaian kata dalam tulisan atau karangan akan menimbulkan kesalahpahaman yang berkepanjangan.
                  Dalam karang mengarang harus digunakan bahasa Inonesia baku atau bahasa Indonesia ragam resmi.Bahasa baku seperti yang sudah dibicarakan, adalah bahasa yang dalam pemakaiannya telah diterima secara umum dan diangkat berdasarkan kesepakatan bersama(secara konvensional).Bahasa baku (standar) adalah bahasa yang menjadi dasar ukuran pemakaian secara resmi, sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku padanya.(Contoh:lihat SAP Bahasa Baku!)

1.      Pilihan Kata dalam Kata-kata Bersinonim

                  Kata-kata yang bersinonim harus dapat dibedakan secara tepat dalam pemakaiannya, baik dalam hubungan maknanya maupun dalam hubungan nilainya.
Contoh      : usul, saran, anjuran, nasihat.
                  Menyampaikan usul berarti menyampaikan sesuatu / pendapat dengan harapan pendapat itu diterima oleh pihak yang diusuli.Saran lebih lemah sifatnya daripada usul.Pemberi saran tidak memaksakan agar pendapatnya diterima.Diterima atau tidak terserah kepada penerima saran.Anjuran lebih keras sifatnya daripada saran.Pemberi anjuran menginginkan anjurannya dituruti penerima anjuran tersebut.Nasihat, sesuatu yang disampaikan kepada seseorang berupa anjuran yang baik untuk diresapkan dan dipatuhi.
Contoh      : seimbang, serasi, selaras.
                  Seimbang,menyatakan adanya keseimbangan, sedangkan serasi, menyatakan adanya kecocokan.Adapun selaras, menyatakan sesuatu yang sejalan.
                  Diantara berbagai bentuk kata yang bersinonim harus dapat dipilih yang tepat pemakaiannya.
Contoh      :
Tepat/Baku   
pemirsa, ilmuwan, peresmian, mengesampingkan, teladan, pihak
Tidak Tepat/tidak baku
pirsawan, ilmiawan, pengresmian, mengenyampingkan, tauladan, fihak

2.      Pilihan kata dalam Kalimat Bersinonim

                  Sinonim dalam kalimat biasanya terdapat pada bentukan pasif di- dengan pelaku orang III dengan pasif bentuk persona dengan pelaku orang I dan II.Dalam hal ini pun harus diketahui benar ketepatan bentuk sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia.
Baku/tepat
Tidak Baku/tidak tepat
Buku itu saya baca sampai tamat
Buku itu telah saya baca
Buku itu dibacanya
Buku itu dibaca oleh saya sampai tamat
Buku itu saya telah baca
Buku itu ia baca
                  Dapat juga sinonim dalam kalimat ini dilihat dari sudut pemakaian bentuk aktif dengan bentuk pasif.
§         Jika pelaku dipentingkan digunakan bentuk aktif, seperti;
                        Saya akan mengembalikan buku anda.(saya dipentingkan)
§         Jika penderita dipentingkan digunakan bentuk pasif, seperti:
                        Buku anda akan saya kembalikan.(buku anda dipentingkan)
Jadi tidak digunakan sebaliknya, melainkan sesuai dengan yang dipentingkan.

3.      Pilihan Kata dalam Sinonim Kelompok Kata (Frase)

                  Sinonim dalam kelompok kata (frase) terdapat karena adanya pemberian kualifikasi yang berlebih-lebihan.
Contoh:
Sangat istimewa sekali :        Sangat istimewa atau istimewa sekali.
Amat sangat baik             :     Amat baik atau sangat baik
Disebabkan karena sakit, ia tidak dating:
Sebab sakit, ia tidak datang   atau   Karena sakit, ia tidak datang.
                  Di samping itu terdapat pula sinonim dalam kelompok kata yang berhubungan dengan kelompok kata kerja partikel yang banyak berorientasi pada bahasa asing(inggris dan Belanda) yang menimbulkan berbagai alternatif bersaing, yaitu:
  1. Terdiri dari, terdiri atas, terdiri dalam
  2. Terjadi dari, terjadi atas , terjadi dalam
  3. Tergantung dari, tergantung atas, tergantung pada, bergantung pada
  4. Berdasarkan atas, berdasar atas, berdasar pada
  5. Terima kasih atas, terima kasih dengan, terima kasih pada
  6. Berhubung dengan, berhubungan dengan, berhubung pada
  7. Dibandingkan dengan, dibanding pada
  8. Berbeda dengan, berbeda dari, berbeda dalam
  9. Sesuai dengan, sesuai pada
  10. Ditemani oleh, ditemani dengan, ditemani sama
Yang tepat atau baku ialah untaian yang digarisbawahi

4.      Pilihan kata yang Dekat dengan Pendengar atau Pembaca

            Dalam tutur kata atau dalam karangan, pilihan kata haruslah dekat dengan pendengar atau pembaca, agar buah pikiran dan gagasan kita dengan mudah dapat ditangkap dan dipahami.Hal ini berarti bahwa pilihan kata itu haruslah sesuai dengan tingkat sosial, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, dan tingkat usia pendengar atau pembaca.Dalam bahasa tutur terutama dalam penyampaian pidato, ceramah dan khutbah hal ini harus benar-benar perlu mendapat perhatian.Dalam tulisanpun demikian, cerita untuk anak-anak berbeda corak bahasanya dengan cerita untuk orang dewasa.
                  Demikian pula pemakaian kata-kata singkatan perlu mendapat perhatian.Singkatan yang dapat dipakai hanyalah yang sudah umum benar diketahui pembaca, atau jika diperlukan pemakaiannya harus disertai keterangan kepanjangannya secara tepat.
Contoh:
Balita, singkatan dari bayi di bawah umur lima tahun
Tilang,singkatan dari bukti pelanggaran
Asi,singkatan dari air susu ibu
Poster,singkatan dari operasi halilintar
Porseni,singkatan dari pekan olahraga dan seni




Studi kalimat dianggap sangat penting dilakukan untuk mencapai kemahiran berbahasa atau mengarang. Unsur terkecil dalam berbahasa sehari-hari adalah kalimat bukan kata-kata. Kata-kata hanya, menjadi unsur dalam kalimat. Kalau pada suatu waktu waktu pemakai bahasa berurusan dengan aneka bentuk kata maka hal ini dilakukan karena berkaitan dengan proses pembentukan kalimat. Dengan kalimat-kalimatlah kita melakukan kegiatan tukar-menukar pikiran dengan orang lain.
Nah…berikut ini akan dikemukakan tentang dasar-dasar pembentukan kalimat.Intip donk……..^-^


BAB IX
DASAR-DASAR PEMBENTUKAN KALIMAT

Bahasa yang baik, benar, dan tepat pada hakikatnya terwujud pada pembentukan atau pemakaian kalimat. Kita yang ingin mahir berbahasa (mengarang) hendaknya terlebih dahulu memiliki kecakapan menetukan ujaran (bentuk ketatabahasaan) yang berkriteria kalimat dan yang bukan kalimat. Kemampuan mengenal dan menggunakan berbagai ragam kalimat yang ada dalam bahasa patut dimiliki.

Satuan kalimat
Satuan kalimat meliputi kata, frasa, klausa, dan kalimat. Berikut ini akan diuraikan secara singkat bagian dari kalimat-kalimat tersebut.

Pengertian kata.
Dalam kegiatan berbahasa (kalimat), kata merupakan kesatuan kata yang terkecil, namun dalam suatu penuturan atau penulisan memegang peranan yang sangat penting. Penguasaan sejumlah kosakata bagi setiap pemakai bahasa sangat menentukan dalam keguatan berbahasa. Makin banyak kosakata yang dimiliki seseorang, makin terdapat kemungkinan untuk dapat berkomunikasi secara lebih baik dan lebih lancar.
Kata-kata yang bertugas dalam ssuatu pengungkapan dalam suatu penuturan atau penulisan masing-masing bekerja sama secara erat, mengungkapkan dengan tepat maksud dan tujuan penutur atau penulis. Yang jelas masing-masing kata tidak mempertahankan makna leksikalnya, tetapi bahu-membahu dalam satu makna struktural yang utuh.
Pengertian frasa
Frasa atau kelompok kata adakal suatu kalimat yang lebih besar dari pada kata atau lebih kecil dari pada kalimat.
Misalnya : kuda putih itu sedang makan rumput
Kuda putih itu (frasa)
Sedang makan rumput (frasa)
Kelompok kata yang termasuk frasa harus dibedakan dengan kelompok kata yang disebut kata majemuk. Pada kata majemuk hubungan komponen yang ada tidak dapat disela, atau dikembangkan, sedangkan pada frasa dapat disela atau dikembangkan.
Misalnya :         Orang sakit (frasa)
Rumah sakit (kata majemuk)
Pengertian klausa
Klausa adalah satuan kalimat yang berupa sebuah kalimat atau bagian sebuah kalimat yang memenuhi salah satu pola dasar kalimat inti dengan dengan dua atau lebih unsur pusat. Pola dasar kallimat inti yaitu kalimat tunggal yang merupaka klausa tunggal. Sedangkan dalam kalimat majemuk terdapat dua atau lebih klausa.
Misalnya : Anak itu mengotori dinding. (klausa tunggal).
Anak itu mengotori dinding dan saya memarahinya.
Klausa I                                       Klausa II
  Ia datang ketika kami sedang makan. (dua klausa)
I                                               II
Perbedaan antara klausa dan frasa adalah klausa merupakan bagian dari kalimat yang lebih besar yang terdiri atas subjek dan predikat, hanya berupa kelompok kata saja.
Pengertian kalimat.
Sebagai langkah awal, kita mempelajari dasar-dasar pembentukan kalimat. Tentu saja hal ini berkaitan erat dengan definisi yang diberikan kepadanya. Definisi kalimat telah banyak dibuat ahli bahasa. Dalam risalah ringkas ini akan dikemukakan satu diantaranya yang dapat dijadikan patokan dalam pembicaraan ini. Dikatakan bahwa kalimat ialah sebuah bentuk ketatabahasaan yang maksimal yang tidak merupakan bagian dari sebuah konstruksi ketatabahasaan yang lebih besar dan lebih luas.
Definisi di atas menunjukan, bahwa sebuah kalimat harus berupa bentuk ketatabahasaan. Artinya, ia harus berupa unsur segmental yang sekurang-kurangnya terdiri atas satu kata. Selain itu, bentuk ketatabahasaan tersebut harus maksimal tidak boleh menjadi bagian atau unsur terkecil dari suatu kontruksi suatu ketatabahasaan yang lebih besar dan lebih luas dari padanya. Dengan kata lain, sebuah bentuk ketatabahasaan dalam bahasa lisan berupa ujaran, baru dapat dikatakan kalimat, apabila ia secara mandiri menyatakan suatu keputusan pengertian. Maknanya harus lengakap. Itulah sebabnya sebuah kalimat harus berintonasi akhir dan dan berlatar belakang situasi kebahasaan yang tepat.
Untuk memperjelas permasalahan diatas, marilah kita perhatikan contoh berikut:
1.      Muhatir tidak pergi ke kampus hari ini.
2.      Sakit perutnya.
Kedua kalimat diatas dilihat dari sudut ketatabahasaan sudah merupakan kalimat yang lengkap. Misalnya kalimat (1) terdiri atas tujuh kata, yang struktur jabatannya terdiri atas subjek – predikat – keterangan (s/p/k). Muhatir sebagai (s), pergi sebagai (p), dan ke kampus hari ini masing-masing sebagai (k) tempat dan (k) waktu. Demikian kalimat (2) merupakan kalimat kalimat lengkap karena kedua unsur pembentuknya masing-masing telah menduduki jabatan pokok kalimat, yaitu sakit sebagai (p) dan perutnya sebagai (s). Dengan demikian keduanya telah memberikan keputusan kepada kita. Hal ini berarti baik kalimat (1) maupun (2) memiliki kesanggupan berdiri sendiri sebagai kalimat utuh. Kalimat (1) tidak menjadi bagian terkecil dari kalimat (2), demikian pula sebaliknya. Kalimat (2) bukan elemen terkecil dari kontruksi kalimat (1).

Unsur Pembentuk Kalimat
Pada mulanya kalimat-kalimat dalam bahasa Indonesia, apakah kalimat yang panang atau yang pendek, alimat dasar atau kalimat luas, kalimat tunggal atau kalimat majemuk, yang kesemuanya itu dianggaplah sejumlah unsur pembentuk kaliamat. Unsur pembentuk kalimat itu sangant erat hubungannya dengan satuan kalimat. Satuan kalimat itu dapat berbentuk kata, frasa atau klausa yang masing-masing dapat diduduki oleh unsur kalimat, yaitu subjek, predikat, objek atau keterangan tergantung pada fungsi satuan ujaran tersebut. Unsur pembentuk kalimat tersebut tidak terbatas tergantung pada panjang pendek isi pikiran atau gagasan dalam kalimat. Kadang-kadang satu kalimat hanya diduduki oleh satu subjek saja, satu predikat, satu objek, satu keterangan atau gabungan dari sejumlah unsur itu. Dan mungkin pula satu kallimat diduduki oleh dua atau lebih subjek, predikat, objek, dan keterangan, tergantung gagasan yang terdapat dalam kalimat tersebut.
Subjek dan Predikat
Kalimat-kalimat yang digunakan untuk keragaman pikiran dan perasaan dapat dibedakan atas bermacam-macam bentuk tergantung pada sudut penekanannya. Kalimat-kalimat tersebut tersusuna atas sejumlah kata yang merupakan pembentuk kalimat. Kata-kata dalam kalimat mempunyai hubungan fungsional yang masing-masing mempunyai fungsi tertentu dilihat dari keseluruan kalimat tersebut. Bagian kalimat yang menunjukkan fungsi tersebut disebut jabatan kalimat, dan jabatan kalimat itu ada beberapa kata, frasa atau klausa, tergantung panjang pendek pikiran kalimat tersebut.
Dalam garis besarnya jabatan-jabatan tersebut dapat digolongkan atas dua bagian yaitu yang menduduki jabatan sebagai subjek yang bisingkat dengan (S) dan bagian lain mendudukii jabatan sebagai predikat yang disingkat (P). subjek adalah bagian kalimat yang menjadi pokok pembicaraan yang pada umumnya dibentuk dengan kata benda atau perluasannya, dan biasanya ditempatkan pada posisi depan dalam urutan kata yang menyatakan kalimat tersebut.
Dalam situasi lain, subjek dapat juga ditempatkan pada posisi lain tergantung pada bagian mana yang dipentingkan atau yang ditonjolkan. Sedangkan bagian yang menduduki jabatan sebagai predikat berfungsi menjelaskan atau menerangkan keadaan subjek yang dibentuk oleh kata kerja atau kata-kata lain. Dan yang perlu diperhatikan dalam predikat, bahwa predikat tidak selamanya dibentuk oleh kata kerja, melainkan dapat pula diduduki kata benda, kata bilangan atau kata-kata lain.
Contoh:                        1) Pekarangan  luas.
(S)                   (P)
2) Bapak  petani.
(S)              (P)
3) Adik  bermain-main.
(S)             (P)
4) Pak Ahmad  sakit.
(S)                    (P)
5) Buku  lima buah.
(S)            (P)

Kalimat-kalimat diatas adalah kalimat sederhana atau kalimat inti yang dapat diperluas dengan memberikan keterangan atau diperluas kata-katanya menjadi kelompok kata atau menjadi klausa tergantung pada isi pikiran dalam kalimat yang hendak disampaikan oleh penutur atau penulis.
Objek dan Keterangan
Di samping jabatan subjek dan predikat terdapat pula jabatan yang lebih kecil dari pada subjek dan predikat, yaitu yang menjadi objek (O) dari perbuatan yang dinyatakan dalam predikat dan yang memberin keterangan (K) mengenai berbagai hal terhadap predikat. Dengan demikian objek dan keterangan berhibungan langsung dengan predikat, sedangkan predikat (P) berhubungan langsung dengan subjek.
Kalimat inti atau kalimat dasar yang dibangun oleh subjek dan predikat seperti contoh diatas dapat diperluas dengan menambahkan objek (O) atau keterangan (K) tergantunga pada maksud kalimat tersebut. Kalimat yang mempunyai objek dan keterngan disebut kalimat lengkap, sedangkan kalimat yang hanya terdiri atas subjek dan predikat disebut kalimat sempurna.
Perhatikan contoh kalimat berikut:
1). Ibu  memasak  sayur.
(S)    (P)      (O)
2). Adik  menyanyi  dengan suara yang merdu.
(S)     (P)             (K)
3). Kakak  membaca  buku  di kamar depan.
(S)      (P)     (O)       (K)
4). Sudah lama  Pak Ahmad  sakit.
(K)         (S)       (B)
5). Bapak guru  mendengar  suara anak itu  kemarin.
(S)                       (P)                              (O)                              (K)
Penempatan unsur-unsur kalimat dalam struktur bahasa indonesia sangat penting dalam menentukan makna kalimat. Penempatan susunan unsur kalimat bahasa indonesia mempunyai pola umum yang berlaku, sesuai dengan struktur kalimat bahasa indonesia.

Alat-alat Kalimat
Ada empat pokok yang perlu mendapat perhatian dalam pembentukan kalimat. Keempat hal tersebut dalam bahan kuliah ini disebut alat-alat kalimat. Alat-alat tersebut yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Pola urutan kata
Setiap pemakai bahasa tidak boleh seenaknya saja menempatkan kata, melainkan ia harus mengikuti tata urutan tertentu. Perubahan urutan kata dapat merubah makna kalimat, bahkan dapat menghilangkan makana arti sama sekali. Kalimat yang sekurang-kurangnya berdiri atas dua unsur kata, harus diurut menurut pola urutan tertentu yang dibenarkan oleh kaidah bahasa indonesia. Dalam bahasa Indonesia, kita mengenal pola urutan diterangkan dan menerangkan (DM) dan kadang-kadang ditemukan pola susunan menerangkan diterangkan (MD). Seperti contoh berikut. Tanda asterik atau tanda bintang (*) didepan kalimat menandakan bahwa kalimat yang dimaksud tidak gramatikal.
1.      Dia mengunjungi temannya dengan tergesa-gesa di tempat itu.
2.      Di tempat itu dia mengunjungi temannya dengan tergesa-gesa.
3.      Dengan tergesa-gesa, dia mengunjungi temannya di tempat itu.
4.      Di tempat itu dengan tergesa-gesa dia mengunjungi temannya.
5.      * Dia mengunjungi di tempat itu dengan tergesa-gesa temannya.
6.      * Dia temannya mengunjungi di tempat itu dengan tergesa-gesa.
7.      * Dia di tempat itu mengunjungi dengan tergesa-gesa temannya.
8.      * Temannya dia dengan tergesa-gesa di tempat itu mengunjungi.
Kalimat 1), 2), 3), dan 4) masih gramatikal. Maknanya masih jelas karena pengurutanya masih mengikuti kaidah atau pola urutan yang dibenarkan oleh kaidah bahasa Indonesia. Predikat berupa kata kerja aktif transitif harus selalu diikuti dengan obyek. Lain halnya dengan kalimat 5), 6), 7), dan 8) predikat aktif transitif diikuti dengan obyek dan keterangan.
Perubahan struktur sebuah kalimat dapat dilakukahn dalam batas-batas tertentu tanpa melanggar atau merusak satuan-satuan fungsionalnya. Satuan fungsional (S), (P), maupun (K) harus tetap sekelompok. Perlu kita ingat, bahwa struktur fungsional yang dibenarkan dalam bahasa Indonesia hanyalah S/P/O/K, K/S/P/O, S/K/P/O, P/S, atau P/O/S. selain ini semua pola lain belun dilazimkan atau tidak dibenarkan.
Perhatikan contoh berikut ini:
1.      Dia menanam padi di sawah. (S/P/O/K).
2.      Di sawah dia menanam padi. (K/S/P/O).
3.      Dia di sawah menanam padi. (S/K/P/O).
4.      Menanam dia. (P/O)
5.      Menanam padi di sawah. (P/O/S/K)
Bentuk Kata
Dalam menyusun kalimat harus diperhatikan bentuk katayang terdapat dalam Bahasa Indonesia. Bentuk kata dalam Bahasa Indonesia terdiri atas bentuk dasar/ kata dasar atau kata turunan berupa kata berimbuhan, kata majemuk, dan kata berulang. Perbedaan bentuk kata dalam kalimat dapat mengubah makna struktural kalimat.
Perhatikan bentuk-bentuk berikut:
baca, membaca, dan dibaca dalam kalimat:
1.          Saya membaca buku itu.
2.          Saya baca buku itu.
3.          Buku itu saya baca.
4.          Buku itu dibacanya.
Berjalan dan berjalan-jalan dalam kalimat:
5.          Ia berjalan menelusuri pantai.
6.          Banyak orang berjalan-jalan menelusuri pantai.
Duduk dan duduk-duduk dala kalimat:
7.          Ia duduk seorang diri.
8.          Duduk-duduk saja sejak tadi.
Bandingkan pula bentuk berikut:
9.  Ali memiliki tangga itu.
10.                      Ali menaikkan tangga itu.
11.                      Ali tulis surat.(kalimat tidak baku)
12.                      Ali menulis surat.(kalimat baku)

Intonasi Dan Tanda Baca
Intonasi dipakai atau dipergunakan dalam bahasa lisan, sedangkan dalam bahasa tulisan menggunakan tanda baca. Intonasi dapat menandai batas satuan kalimat dan membedakan makna struktural dalam rangkaian bunyi. Dengan intonasi kita dapat mengetahui apakah kita menghadapi pertanyaan, perintah, larangan dan sebagainya. Unsur intonasi bekerja besama-sama dalam dalam mengeemukakan makna struktural sebuah kalimat. Dalam tulisan sistem perbedaan diatas hanya dapat dinyatakan dengan kurang sempurna dengan berbagai tanda baca, seperti huruf besar, huruf miring, tanda koma, tanda titik, tanda titik dua, tanda titik koma, tanda kutip, tanda tanya, dan tanda lain-lain.
Bandingkan kalimat berikut:
1.            Ibu guru saya akan berangkat ke luar negeri.
2.            Ibu guru saya akan berangkat ke luar negeri.
3.            Ibu guru saya akan berangkat ke luar negeri.
4.            Anak-anak sudah bangun.
5.            Anak-anak sudah bangun?
6.            Anak-anak, bangun!

Kata-kata Tugas
Kata tugas merupakan suatu unsur yang perlu diperhatikan dalam menyusun kalimat. Kata tugas dapat menentukan makna kalimat secara struktural, karena adanya kata tugas dapat melahirkan makna berbeda dengan kata yang tidak diberi kata tugas.
Kata tugas dalam bahasa Indonesia jumlahnya terbatas dan pada umumnya tidak dapat diberi imbuhan, tidak bermakna laksikal, dan tidak bertambah jumlah anggotanya. Kat tugas mengungkapkan bermacam-macam hubungan makna antara lain hubungan penugasan, pembatasan, pemillihan, persyaratan, perlawanan dan lain-lain. Kata tugas juga dapat menjadi penanda jenis kata lain dan banyak berperan dalam proses penggabungan bagian-bagian kalimat.
Kata-kata dalam bahasa indonesia dapat diklasifikasi atas kata benda (KB), kata kerja(KK), kata sifat (KS), dan kata tugas. Jadi kata-kata yang tidak tergolong dalam KB, KK, KS, adalah kata tugas, terdiri atas:
1.          Kata tugas pengantar kata benda
Misalnya: di, pada, tentang dsb.
2.          Kata tugas pengantar kata kerja.
Misalnya: akan, hendak, ingin dsb.
3.          Kata tugas pengantar kata sifat.
Misalnya: amat, sangat, paling dsb.
4.          Kata tugas pengantar transformasi.
Misalnya: dan, atau, lalu dsb.
5.          kata tugas berupa partikel.
Misalnya: lah, kah, tah, dan pun.
Bandingkan:            Saya pergi.
Saya akan pergi.
Udara sejuk.
Udara sangat sejuk.
Makan!
Makanlah!















BAB X
JENIS DAN POLA KALIMAT

Jenis-Jenis Kalimat
Kalimat menjelaskan pikiran dan perasaan pembicara atau penulis. Piran perasaan banyak ragamnya, demikian pula alasan berkomunikasi. Oleh sebab itu, jenis kalimat juga bermacam-macam. Penggolongan jenis kalimat dapat dilakukan menurut fungsinya, menurut struktur tata bahasanya, dan menurut bentuk retorikanya.
Jenis kalimat menurut fungsinya.
Menurut fungsinya kalimat terdiri atas : kalimat pernyataan atau kalimat berita, kalimat pertanyaan atau kalimat tanya, kalimat perintah dan kalimat permintaan, kalimat seruan atau kalimat seru. Jenis-jenis kalimat ini dalam bahasa lisan ditandai dengan jenis-jenis intinasi yang khas, sedangkan dalam bahasa tulisan dijelaskan dengan bernagai macam tanda baca.
Kalimat pernyataan.
Kalimat pernyataan biasa juga disebut dengan kalimat berita, yaitu kalimat yang mendukung pengungkapan informasi tentang suatu peristiwa atau kejadian. Kalimat pernyataan ini dalam bahasa lisan berakhir dengan intonasi mendatar, dan dalam bahasa tulisan berakhir dengan tanda baca titik (.).
Contoh:            Kakak membeli mobil baru/.
Hari ini hujan deras.
            Tadi pagi di jalan terjadi tabrakan.
            Ayah berkata,”Saya berangkat besuk”
            Besuk Pak Ahmad akan tiba disini pukul 07.30.

Kalimat pertanyaan.
        Kalimat pertanyaan dapat berupa bertanya dan dapat pula meminta. Kalimat ini, disampaikan jika pembucara ingin memperoleh informasi atau reaksi yang diharapkan dari lawan bicara.
Ciri-ciri kalimat pertanyaan:
1.      Menggunakan lagu tanya.
2.      Menggunakan akhiran tanya (-kah)
3.      Menggunakan kata-kata tanya.
4.      Dalam bahasa tulilsan berakhiran dengan tanda tanya.
Contoh:
Berapa harga buku ini ?
Siapakah wali anak itu ?
Ke mana dia selama ini ?
Ibu ada ?
Benarkah dia mengambil buku itu ?
Kalimat perintah dan permintaan
        Kalimat perintah bermaksuk menyuruh atau melarang lawan bicara untuk berbuat sesuatu. Perintah, permintaan atau larangan, biasanya dikuatkan dengan partikel – lah. Larangan biasanya disertai dengan kata jangan, sedangkan permintaan biasanya menggunakan kata-kata bantu ; sudi, sudilah, sudilah kiranya, tolong, sukalah, dsb. Dalam bahasa tulisan diakhiri dengan tanda seru (!).
Contoh:            Ambil barang itu !
Ambilah beberapa buah !
Sudilah anda mengambil barang itu !
Sudilaak kiranya menolong keluarga kami !
Tolong bawakan surat saya ini !
Jangan saudara mengambil barang itu !
Sekali-kali jangan mengambil barang orang !
Kalimat seruan
        Kalimat seruan atau seru mengungkapkan perasaan yang kuat dan mendadak. Kalimat seru biasanya terdapat dalam bahasa lisan. Kalimat seru ditandai dengan kata-kata seru: alangkah, aduh, aduhai, wahai, wah, oh, amboi, dsb. Dalam bahasa tulisan diakhiri dengan tanda seru (!).
Contoh :           Ini adalah cobaan bagiku !
            Alangkah indahnya pemandangan di pantai Losari dikala senja !
Aduh, luar biasa nakal anak itu !
Wahai generasi muda, berbuatlah sesuatu untuk negara dan bangsa !
Jenis Kalimat Menurut Struktur Tata Bahasanya
        Berdasarkan strukturnya, kalimat dapat dibagi atas kalimat tunggal dan kalimat majemuk. Kalimat majemuk dapat bersifat setara atau koordinatif, tidak setara atau subordinatif, dan yang bersifat campuran atau ordinatif – subordinatif. Sesuai dengan pokok pikiran yang dikandung ketiga jenis kalimat itu dapat dipakai dalam karang-mengarang, yaitu gagasan yang tunggal dinyatakan dalam kalimat tunggal, sedangkan gagasan yang kompleks dinyatakan dalam kalimat majemuk.
Kalimat tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimatyang hanya satu unsur pembentuknya, yaitu terdiri atas satu subyek, satu predikat, atau satu obyek dan keterangan.
Contoh:
 Ia  berjalan kaki.
 (S)       (P)

Mobil sedan itu  mahal.
         (S)                           (P)
Didi  mengendarai  mobil  dengan kencangnya.
(S)          (P)        (O)                   (K)
Rektor Unhas  meresmikan  gedung laboratorium.
        (S)                                    (P)                                           (O)
Kalimat majemuk setara
        Kalimat majemuk setara terdiri dari dua atau lebih suku kalimat yang bebas. Gagasan yang sama-sama penting faktor-faktornya, berupa kalimat tunggal dituangkan dalam kalimat majemuk setara. Dalam penulisannya, tanda koma digunakan untuk memisahkan kalimat setara yang satu dengan kalimat setara berikutnya yang didahului dengan kata-kata penghubung yang menyatakan pertentangan seperti tetapi dan melainkan. Jika suku-suku itu banyak dapat dipakai tanda titik koma.
Contoh:            Tiba-tiba ia terkejut dan melompat ke tepi jalan.
Ali pandai dan rajin, tetapi adiknya malas lagi bodoh.
Buku itu bukan buku saya, melainkan buku teman saya.

Kalimat majemuk tak setara
        Kalimat majemuk tak setara, atau yang biasa dissebut dengan kalimat majemuk bertingkat terdiri atas satu suku kalimat yang bebas dan saatu atau lebih suku kalimat yang tak bebas. Suku kalimat yang bebas disebut suku induk atau induk kalimat, seddangkan suku yang tak bebas disebut suku anak atau anak kalimat.
        Jalinan kalimat majemuk tak setara menggambarkan taraf kepentingan yang berbeda-beda diantara gagasan yang majemuk. Inti gagaan dituangkan kedalam induk kalimat, sedangkan peralihan dari suatu pandangan waktu, sebab akibat, tujuan, yarat dan sebagainya, dalam aspek yang lain terungkap dalam anak kalimat. Induk kalimat dan anak kalimat itu akan kelihatan dari susunanya.
Contoh:            Paman datang ketika kami sedang makan.
Ujiannya berhasil karena ia rajin belajar.
Saya tidak akan datang kalau hari hujan..
Penulisan tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat apabila anak kalimat tersebut mendahului induk kalimat.
Contoh:            Ketika kami sedang makan, paman datang.
Karena dia rajin belajar, ujiannya berhasil.
Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.

Kalimat majemuk campuran
        Hubungan antara suku-suku kalimat itu dapat sederajat dan bertingkat. Hubungan itu terjadi kalau dalam kalimat kalimat majemuk terdapat paling kurang tiga suku kalimat, sehingga terdapat dua suku kalimat yang sederajat, dan yang lain bertingkat, atau di suku kalimat yang menduduki tingkat yang lebih rendah, atau sebaliknya.
Contoh:    Kami telah menyelengggarakan malam kesenian yang dimeriahkan oleh para artis ibukota, serta dihadiri pula oleh para pemerintah kota ini.

Jenis kalimat menurut retorikanya
        Yang dimaksud retorika dalam hubungan kalimat ialah arsitektur kalimat atau bangun kalimat yang menentukan efeknya terhadap pendengar atau pembaca. Untuk mendapatkan keserasian, unsur kalimat harus disesuaikan dan dikelompokkan dan kata-kata yang tepat harus dimiliki dan ditata.
        Dari segi retorika bentuk kalimat dapat dikelompokkan sebagai berikut:

Kalimat berklimaks
        Kalimat berklimaks dimulai dari unsur tambahan yang diikuti oleh unsur utama , yaitu anak kalimat - induk kalimat, sehingga membangun keterangan.
Contoh:  Adalah salahnya sendiri, ia tidak lulus.
               P   (ak)  S        S  (Ik) O
Kecuali kalau dia di jemput, dia akan datang.
              (ak)  S          P     S  (Ik)  P
Kalimat berimbang
        Kalimat berimbang berupa kalimat majemuk setara atau campuran yang strukturnya memperlihatkan kesejajaran. Gagasan yang menunjukkan penalaran yang sejalan dituangkan ke dalam bentuk kalimat yang simetris.
Contoh:            Ayah sedang membaca, ibu menjahit, dan adik bermain-main.
S                        P                   S            P                       S                   P
Pada malam hari dingin, pada siang hari panas.
             K                                P                      K                        P
Kakaknya belajar di fakultas pertanian sedangkan adiknya di fakultas hukum.
               S          P                    K                                                          S                   K
Pola-pola kalimat.
        Penentuan ragam pola kalimat dalam analisisnya menggunakan jenis atau kelas kata sebagai alat penentu tata urut unsur-unsur dalam kalimat. Struktur kata dalam pola dasar kalimat adalah menentukan saling ketergantungan, penyebaran dan tata laku sintaksis antara lenis-jenis atau kelas-kelas kata yang membangun kalimat bersangkutan.
        Wujud sebuah pola dasar sebuah kalimat hanya menyangkut tata laku sintaksis yang menyangkut tiga jenis atau kelas kata, yaitu kata benda (KB), kata sifat (KS), dan kata kerja (KK), dengan beberapa kemungkina lain. Sedangkan wujud pola dasar kalimat yang terkecil terdiri atas dua unsur jenis atau kelas kata antara yang satu dengan yang lainnya berkaitan. Namun masing-masing unsur mempunyai sifat keterbukaan untuk diperluas serta mempunyai kemungkinan untuk digantungi unsur lain. Masiing-masing unsur dapat diperluas tanpa mengganggu hubungan antara wujud terkecil dalam pola dasar kalimat bersangkutan.
        Pola dasar kalimat Bahasa Indonesia dapat terdiri atas tiga atau lima ragam, yaitu:
Pola kalimat I :              kata benda – kata benda (KB - KB)
Contoh ;     Kakak guru.
Paman pelukis.
Ayah petani .
Saya polisi.
Ibu penari.
Pola kalimat II :                        kata benda – kata sifat (KB - KS)
Contoh :     Rambutku putih.
Jakarta ramai.
Bajunya sempit.
Ibu sakit.
Ali lulus.
Mukanya cantik.
Pola kalimat III :                       kata benda – kata kerja (KB - KK)
Contoh:      Ia duduk.
Kakak berbaring.
Paman mencangkul.
Kebun dicangkul.
Ibu guru mengajar.
Ali belajar.

Pola kalimat IV :               kata benda – kata kerja – kata benda. (KB – KK - KB)
Contoh :     Ali berkedai nasi.
Petani mencangkul kebun.
Kebun dicangkul petani.
Adik menulis surat.
Paman mengendarai sepeda,
Ibu menjahit baju.
Pola kalimat V : kata benda – kata kerja – kata benda – kata benda (KB – KK – KB - KB)
Contoh:   Ibu membuat adik boneka.
Ayah mengirimi kami uang.
Ibu guru menganjar kami bahasa indonesia.
Murid-murid belajar bahasa Inggris disekolah.